Jakarta, CNN Indonesia -- DPR bersikeras memasukkan pasal terkait penghinaan presiden ke dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (
RKUHP). Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik mengatakan Presiden
Joko Widodo sempat mengaku tidak keberatan
pasal penghinaan presiden dihapus dari RKUHP dalam rapat konsultasi yang berlangsung di Istana Merdeka, Senin (23/9).
Namun, Erma menegaskan, RKUHP tidak dibuat hanya untuk satu orang atau partai politik saja. Sehingga pasal tersebut akan tetap tercantum dalam RKUHP.
"Kami bikin RKUHP, bikin undang-undang di negara ini bukan untuk satu orang, bukan untuk satu partai tapi untuk Indonesia," kata Erma kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, semua orang di Indonesia berpeluang menduduki jabatan presiden di masa mendatang. Karena itu menurut dia tak ada seorang presiden pun yang bersedia kehormatannya dihina.
"(Anda) mungkin nanti bisa jadi presiden, semua orang bisa jadi presiden. Apa mau dihina kehormatannya? Apa mau misalnya saya dihina nanti saya suruh fans club saya mengadukan, mau begitu?" ia mempertanyakan.
Diketahui Aliansi Nasional Reformasi RKUHP mencatat draf aturan itu masih memuat sejumlah permasalahan, salah satunya pasal penghinaan presiden. Pasal tersebut dianggap berbahaya bagi kehidupan berdemokrasi dan sebuah langkah mundur terhadap reformasi yang sudah diperjuangkan bertahun-tahun.
Dalam draf RKUHP, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 218 dan 219 tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Pasal 218 mengatur bahwa setiap orang yang dianggap 'menyerang kehormatan' presiden dan wakil presiden bisa dipidana maksimal 3,5 tahun atau denda Rp150 juta.
Sementara Pasal 219 menyebut setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang dianggap menyerang kehormatan dan martabat presiden dan wakil presiden di depan publik terancam hukuman paling lama empat tahun enam bulan atau denda paling banyak kategori IV, yakni maksimal Rp150 juta.
Pakar hukum tata negara dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari memprediksi kedua pasal itu berpotensi menjadi pasal karet. Sebab tak ada kriteria jelas mengenai yang dimaksud dengan frasa 'menyerang kehormatan' tersebut.
"Sangat potensial menjadi pasal karet. Harusnya pasal-pasal yang menurut MK [Mahkamah Konstitusi] melanggar UUD 1945 tidak dapat lagi dihidupkan melalui undang-undang baru," jelas Feri kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.
[Gambas:Video CNN] (mts/osc)