Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrat tidak melihat urgensi yang mendesak Presiden Joko Widodo (
Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (
Perppu KPK).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan alias Syarief Hasan mengatakan poin-poin yang dituangkan di dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK beberapa waktu lalu bertujuan untuk memperkuat lembaga antirasuah tersebut.
"Kami melihat tidak ada urgensinya, karena sebenarnya kami melihat revisi ini memperkuat KPK," kata Syarief kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (30/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, poin yang perlu dipertegas dalam UU KPK hasil revisi ialah terkait Dewan Pengawas. Menurutnya, pembentukan Dewan Pengawas yang diatur dalam regulasi itu rancu karena seharusnya lewat DPR lebih dahulu.
"Bagi Demokrat itu memang sedikit rancu dan perlu dipertanyakan independensinya (Dewan Pengawas) nanti. Seharusnya Dewan Pengawas itu ada pansel (panitia seleksi) lewat DPR," ucap dia.
Namun begitu, Syarief menyerahkan hak sepenuhnya untuk menerbitkan Perppu KPK kepada Jokowi. Dia berkata, Demokrat akan mempertimbangkan dan membuat perbandingan antara Perppu KPK yang diterbitkan nantinya dengan UU KPK hasil revisi saat ini.
"Kalau perlu keluar ya kita lihat saja sejauh mana. Kita bandingkan dengan Perppu yang keluar. Kita harus pelajari dulu," ucap dia.
Terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan mengatakan aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah mahasiswa belum memenuhi unsur kegentingan memaksa agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Menurutnya, situasi pemerintahan pascagelombang unjuk rasa tersebut masih stabil, penegakan hukum pun masih lancar, dan KPK masih menjalan tugas dalam menegakkan hukum hingga saat ini.
"Kalau dikatakan demonstrasi mahasiswa itu suatu kegentingan memaksa, itu jauh sekali dari pemenuhan unsur. Harus diperhatikan jalannya pemerintahan masih stabil, penegakan hukum masih lancar, KPK juga dapat melaksanakan fungsinya tanpa ada halangan," ucap dia.
"Apa yang menjadikan itu sebagai alasan perppu?" imbuhnya.
Arteria pun menganjurkan semua elemen masyarakat untuk menikmati UU KPK hasil revisi pihaknya bersama pemerintah lebih dahulu.
Menurutnya, bila UU KPK hasil revisi terbukti merusak demokrasi dan melemahkan KPK maka hal tersebut bisa menjadi bukti untuk melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini UU belum dinomorkan, belum diundangkan. Nikmati dulu UU-nya. Sekalipun ada daya rusaknya terhadap demokrasi, sistem penegakan hukum, terhadap pelemahan KPK, ini yang dijadikan bukti nantinya untuk kita ajukan kepada MK," ucap Arteria.
Jokowi sebelumnya mengaku akan mempertimbangkan saran sejumlah tokoh nasional untuk mengeluarkan Perppu KPK. Mantan wali kota Solo itu mengatakan bakal secepatnya memutuskan apakah menerbitkan Perppu KPK atau tidak.
"Tentu akan kita hitung, setelah kita putuskan, akan kami sampaikan," ujar Jokowi.
Sejumlah kalangan mendesak Jokowi menerbitkan Perppu KPK usai DPR mengesahkan RUU KPK menjadi UU. Mereka menilai ada pasal-pasal di UU KPK yang dinilai melemahkan KPK, diantaranya terkait aturan tentang penyadapan.
[Gambas:Video CNN] (mts/pmg)