Jakarta, CNN Indonesia --
Joko Widodo bakal melanjutkan periode jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia untuk kali kedua. Dia bersama
Ma'ruf Amin bakal dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih untuk lima tahun ke depan, Minggu, 20 Oktober besok.
Dengan begitu Jokowi akan kembali menjadi kepala negara dan memimpin roda pemerintahan seperti pada periode pertama bersama Jusuf Kalla.
Menelisik ke belakang, mungkin saat masih remaja dulu Jokowi tidak pernah terpikir menjadi orang nomor satu di Indonesia. Apalagi dia memilih menekuni bisnis mebel setelah lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bisnis ini digeluti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lama menggeluti bisnis mebel, dia masuk ke dunia politik. Politik pula yang kemudian menggendongnya ke kursi Wali Kota Solo, Jawa Tengah periode 2005-2010 dan 2010-2015.
Di tengah perjalanan periode kedua, dia memenuhi keinginan PDIP yang mendorongnya ikut Pilgub DKI 2012 dan terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.
Pamornya mengkilap. Blusukan membuat Jokowi semakin dikenal khalayak luas. Hingga kemudian dia dicalonkan sebagai presiden oleh PDIP dan beberapa partai lainnya di Pilpres 2014. Lagi-lagi periode kepemimpinannya sebagai Gubernur Jakarta sama seperti saat jadi Wali Kota Solo periode kedua, tak sampai selesai.
Memenangi Pilpres 2014, Jokowi kemudian memimpin pemerintahan bersama Jusuf Kalla. Lima tahun berjalan sudah. Jokowi kembali memenangkan Pilpres 2019 dan akan memimpin Indonesia lagi hingga 2024.
Namun isu tak sedap senantiasa mengiringinya selama berada di tampuk kekuasaan. Kritik terhadap kepemimpinan sebagai presiden lalu lalang di telinga Jokowi.
Salah satu isu yang mulai wara-wiri jelang menjabat di periode kedua adalah soal bayang-bayang godaan membentuk dinasti politik. Isu tersebut muncul ketika putra sulungnya, Gibran Rakabuming, mendaftar sebagai kader PDIP dan beriktikad menjadi calon Wali Kota Solo pada Pilkada serentak 2020.
Ditambah menantunya, Bobby Nasution juga mengisyaratkan bakal maju dalam Pilkada Kota Medan 2020. Dia mengaku sudah mengantongi restu dai Jokowi.
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengakui bahwa Jokowi di periode kedua bakal dihantui godaan membangun dinasti politik. Menurutnya itu wajar bagi seorang presiden selaku pemegang penuh otoritas di sebuah negara. Mengingat kekuasaan memang sebuah candu yang selalu bikin ketagihan.
"Kekuasaan itu candu. Bisa menggoda siapa pun. Itu alamiah," kata Adi kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Sejauh ini, Gibran sudah diterima sebagai kader PDIP. Dia ingin partai barunya itu memberi tiket untuk maju di Pilkada Kota Solo 2020 mendatang.
Akan tetapi, PDIP sudah menunjuk pasangan calon untuk bertarung di Pilkada Kota Solo tahun depan. Gibran pun diprediksi tidak jadi maju sebagai kontestan.
Meski demikian, Gibran sudah menjadi kader PDIP. Tidak menutup kemungkinan kariernya cepat menanjak di dunia politik berkat pengaruh sang ayah.
Adi sejauh ini memang belum melihat Jokowi bertekad membangun dinasti politik ketika Gibran menjadi kader PDIP. Terlebih, PDIP pun sudah punya paslon di Pilkada Kota Solo.
"Politik dinasti itu identik dengan kemudahan apa pun bagi keluarganya. Nyatanya Gibran tak mudah," kata Adi.
Riwayat Dinasti PolitikRiwayat panggung politik Indonesia tak lepas dari kenyataan banyak tokoh penting pernah beberapa kali menempatkan keluarga, saudara atau kerabatnya di kursi pemerintahan, baik di pusat maupun daerah.
Misalnya, Presiden RI ke-2 Soeharto yang pernah menunjuk putri sulungnya Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut sebagai Menteri Sosial.
[Gambas:Video CNN]Kemudian, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga mengirim putrinya, yakni Puan Maharani sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di masa pemerintahan Jokowi-JK.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mempercayakan putranya menjabat posisi penting di parlemen. Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas diberikan kepercayaan menjabat Ketua Fraksi Demokrat di DPR periode 2019-2024.
Agus Harimurti Yudhoyono, yang merupakan putra sulung SBY, juga digadang-gadang bakal menjadi Ketua Umum Demokrat selanjutnya. Kini dia sudah dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum usai menjadi Komandan Satuan Tugas Bersama yang bertugas memenangkan pileg pada Pemilu 2019.
Menurut Adi, itu semua masih dalam koridor demokrasi, meski memang ada kalangan yang memandang negatif. Perihal Jokowi, Adi tidak yakin bakal melakukan hal serupa.
Dia menganggap Jokowi bukan tipe orang yang demikian. Karenanya, Adi memprediksi Jokowi tidak akan memberikan jabatan strategis, misalnya menteri, kepada anak, saudara, atau kerabatnya dalam waktu dekat.
"Kalau melihat
style-nya, tidak mungkin. Dan itu yang diharapkan publik, yaitu Jokowi menjadi presiden
role model yang tak menjadikan keluarganya sebagai pejabat publik," ucap Adi.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas juga menganggap wajar jika Jokowi dihantui godaan membuat dinasti politik di periode kedua nanti. Sebab utamanya adalah Jokowi adalah seorang presiden yang memiliki otoritas.
Yang keliru jika Jokowi menggunakan otoritas tersebut demi membangun dinasti politik. Dalam hal ini, Gibran yang merupakan putra sulungnya.
"Yang salah secara etik adalah jika Jokowi menggunakan pengaruh dan otoritasnya untuk membantu memenangkan Gibran (di pilkada)," ucap Sirojuddin kepada
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Sirojuddin menegaskan bahwa Gibran boleh-boleh saja ikut dalam kontestasi politik. Itu adalah hak seluruh warga negara yang dijamin UUD 1945, yakni hak memilih dan dipilih. Siapa pun dia, baik rakyat jelata, elite, maupun putra seorang presiden.
Sirojuddin menambahkan keikutsertaan Gibran dalam kancah politik merupakan peluang kompetisi yang disediakan oleh demokrasi.
"Dia (Gibran) tentu punya hak sebagaimana juga anak-anak dari keluarga elite lain. Seperti Ibas putranya SBY, Puan Maharani putrinya Megawati atau anak-anak pejabat lain," ujarnya.
Meski begitu, Sirojuddin tidak yakin Jokowi merancang khusus Gibran untuk mewarisi pengaruh politiknya.
Di sisi lain, dia mengamini bahwa sangat mungkin jika kerabat, saudara atau bahkan anak kandung memanfaatkan popularitas serta kuasa yang dimiliki Jokowi. Itu tidak bisa dimungkiri.
Namun, memperoleh popularitas yang sama atau mendapatkan jabatan dari pamor orang lain tidak semudah membalik tangan bayi. Sekalioun itu anak Jokowi.
"Pengaruh politik Bapak tidak otomatis bisa ditransfer ke anak. Usaha seperti itu sering dilakukan tapi tak selalu berhasil," ucap Sirojuddin. "Megawati dan Puan termasuk yang sukses. Tapi anak-anaknya Pak Harto malah gagal."