Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas juga menganggap wajar jika Jokowi dihantui godaan membuat dinasti politik di periode kedua nanti. Sebab utamanya adalah Jokowi adalah seorang presiden yang memiliki otoritas.
Yang keliru jika Jokowi menggunakan otoritas tersebut demi membangun dinasti politik. Dalam hal ini, Gibran yang merupakan putra sulungnya.
"Yang salah secara etik adalah jika Jokowi menggunakan pengaruh dan otoritasnya untuk membantu memenangkan Gibran (di pilkada)," ucap Sirojuddin kepada
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sirojuddin menegaskan bahwa Gibran boleh-boleh saja ikut dalam kontestasi politik. Itu adalah hak seluruh warga negara yang dijamin UUD 1945, yakni hak memilih dan dipilih. Siapa pun dia, baik rakyat jelata, elite, maupun putra seorang presiden.
Sirojuddin menambahkan keikutsertaan Gibran dalam kancah politik merupakan peluang kompetisi yang disediakan oleh demokrasi.
"Dia (Gibran) tentu punya hak sebagaimana juga anak-anak dari keluarga elite lain. Seperti Ibas putranya SBY, Puan Maharani putrinya Megawati atau anak-anak pejabat lain," ujarnya.
Meski begitu, Sirojuddin tidak yakin Jokowi merancang khusus Gibran untuk mewarisi pengaruh politiknya.
Di sisi lain, dia mengamini bahwa sangat mungkin jika kerabat, saudara atau bahkan anak kandung memanfaatkan popularitas serta kuasa yang dimiliki Jokowi. Itu tidak bisa dimungkiri.
Namun, memperoleh popularitas yang sama atau mendapatkan jabatan dari pamor orang lain tidak semudah membalik tangan bayi. Sekalioun itu anak Jokowi.
"Pengaruh politik Bapak tidak otomatis bisa ditransfer ke anak. Usaha seperti itu sering dilakukan tapi tak selalu berhasil," ucap Sirojuddin. "Megawati dan Puan termasuk yang sukses. Tapi anak-anaknya Pak Harto malah gagal."
(osc/bmw/osc)