Kapolri Ganti, YLBHI Minta Polri Benahi Pengawasan Internal

CNN Indonesia
Selasa, 29 Okt 2019 05:35 WIB
Menjelang pergantian kapolri, YLBHI meminta polisi mengevaluasi sistem pengawasan internal dan segera menuntaskan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati memberi sejumlah catatan terkait dengan kelembagaan Polri. Catatan mereka berikan terkait pergantian pimpinan Polri usai Tito Karnavian diangkat Presiden Jokowi menjadi menteri dalam negeri.

Diketahui, saat ini Jokowi sudah mengajukan Kabareskrim Komisaris Jenderal Idham Azis sebagai calon Kapolri kepada DPR.

Menurut Asfi, saat ini perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal maupun eksternal kelembagaan Polri. Ia tidak mempermasalahkan pencalonan Idham menjadi kapolri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seberapa efektif kah Kompolnas, karena banyak laporan kemudian tidak dilanjutkan," kata Asfinawati kepada wartawan setelah sebuah diskusi publik di Jakarta, Senin (28/10).

"Secara internal bagaimana juga karena semua laporan tindak pidana yang dilakukan kepolisian sebagian besar berujung pada disiplin," tambah dia.

Jika dilihat dari pengawasan secara eksternal, Asfi juga menyoroti peranan DPR, khususnya Komisi III yang menjadi mitra kerja kepolisian. Menurutnya, seringkali DPR menyuarakan pelanggaran HAM yang dilakukan dalam penyelidikan KPK.

Tapi sorotan tersebut tidak pernah diberikan pada kepolisian.

"Mereka sangat agresif untuk soal pelanggaran ham yang dilakukan KPK tapi mereka pernah tidak melakukan hak angket kepada kepolisian apa yang lain-lain laporan itu," katanya.

[Gambas:Video CNN]
Menurutnya, keberhasilan Polri dalam menangani suatu kasus akan sangat bergantung terhadap keputusan Presiden RI Joko Widodo. Ia mengingatkan, keberhasilan Kapolri bergantung pada politik umum suatu negara.

Ia mencontohkan, kasus penyiraman terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang hingga kini belum terpecahkan. Masalah tersebut harusnya dijadikan sebagai indikator keberhasilan institusi bhayangkara tersebut dalam menangani sebuah kasus.

Bahkan, menurutnya, publik membutuhkan polisi untuk segera menyodorkan nama tersangka dan juga pihak yang berada dibalik kasus itu.

"Kasus Novel ini akan jadi indikator. Apakah kepolisian berhasil atau tidak. Kami ingin melihat hasil. Kalau gelar perkara kan menggelar perkara dia. Hasil penyidikannya, penyidikannya dia," tambah dia.


Sebelumnya, pada 19 Juli, Jokowi memberi waktu tiga bulan kepada Tito untuk mengusut kasus penyerangan terhadap Novel. Waktu tersebut diberikan setelah Tim Pencari Fakta kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan menyelesaikan tugasnya.

"Kalau Kapolri kemarin sampaikan meminta waktu enam bulan, saya sampaikan tiga bulan tim teknis ini harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin disampaikan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, 19 Juli.

Artinya waktu tiga bulan yang diberikan Jokowi itu sudah lewat.

Setelah tiga bulan berlalu,usaiJokowi menyampaikan perintah itu, belum terdapat tanda-tanda Polri berhasil mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. Polri seakan jalan di tempat menangani kasus tersebut.
(mjo/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER