Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi III dari Fraksi PAN
Sarifuddin Sudding meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT) mengganti istilah
radikalisme menjadi kekerasan ekstrem atau
violent extremism.
Hal itu ia utarakan saat menggelar rapat kerja dengan BNPT di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11).
"Saya minta, dalam forum ini, diksi radikal ini dipikirkan ulang bagaimana agar kata radikalisme diganti dengan
violent extremism," kata Sudding.
Sudding menjelaskan bahwa istilah radikalisme justru mengalami pergeseran makna usai orde baru tumbang 1998. Saat ini, kata dia, istilah itu justru digunakan untuk melabeli kelompok kanan atau keagamaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, lanjut Sudding, istilah radikalisme saat masa orde baru merupakan stigmatisasi untuk kelompok berhaluan kiri.
"Di beberapa kejadian juga dilakukan oleh nonmuslim di Selandia Baru dan lain-lain itu kan kekerasan. Apakah kita tidak bisa gunakan diksi ekstremis atau kekerasan?" kata dia.
Sama seperti Sudding, anggota DPR Komisi III Fraksi Gerindra Rahmat Muhajirin meminta BNPT membatasi penggunaan kata radikalisme di kemudian hari. Ia mengatakan istilah radikalisme saat ini justru cenderung menyasar ke kelompok tertentu di Indonesia.
"Mohon dibatasi, Pak, enggak semua lembaga bicara radikal, karena saya khawatir kadang bahasa radikal menyasar kelompok tertentu," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah meminta jajarannya melakukan upaya serius untuk mencegah meluasnya radikalisme. Salah satunya, kata dia, perlu ada istilah baru guna mencegah penyebaran radikalisme dengan menggantikan labelnya dengan 'manipulator agama'.
(rzr/gil)