Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit mengatakan kondisi bayi yang lahir dengan keadaan usus di luar badan atau gastroschisis di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, masih kritis.
Bayi perempuan yang lahir pada Sabtu pekan (9/11) itu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Padang, Sumatera Barat sehari setelah dilahirkan.
"Memang sakitnya parah saat dibawa itu sudah terlalu parah harusnya bisa ditolong kalau baru 4 jam setelah kelahiran. Ternyata mereka sudah cukup lama [baru dibawa ke rumah sakit] dan itu [perutnya] dikasih kunyit," ujar Nasrul ketika ditemui di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jalan Pramuka, Jakarta Timur pada Selasa (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diberitakan oleh sejumlah media, bayi itu lahir di Desa Simpang Durian, Batang Lobung di Kabupaten Mandailing Natal. Setelah lahir dengan keadaan usus di luar badan, bayi segera dilarikan ke RSUD Panyabungan yang berjarak 3,5 jam perjalanan dari desa tempat ia dilahirkan.
Nasrul menjelaskan operasi akan segera dilakukan pihak rumah sakit terhadap bayi setelah prosedur endoskopi dilakukan.
"Sampai saat ini anaknya masih ditutup dulu lambungnya. Dua hari lagi kalau terjadi pembengkakan nanti disedot. Lalu selanjutnya nanti di endoskopi kalau sudah bisa dilakukan operasi akan dilakukan operasi," jelasnya.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan pihaknya sudah menyalurkan uang sebesar Rp100 juta kepada bupati Mandailing Natal untuk disalurkan ke pihak keluarga.
"Tadi sudah ada bantuan kepada bupati diteruskan kepada orang tua bayi senilai Rp50 juta dari BRI dan Rp50 juta lagi diberikan oleh seseorang yang namanya tidak ingin disebutkan melalui BNPB," ujarnya ditemui pada kesempatan yang sama.
Kementerian Kesehatan juga akan berkunjung langsung ke Desa Simpang Durian untuk melakukan pemeriksaan terhadap ibu dari bayi maupun masyarakat sekitar.
"Hari ini kami berangkat dengan litbang (Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan)," ujar Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes Dr Imran Agus.
Pemeriksaan dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan kasus ini dengan wilayah pertambangan yang tak jauh dari desa tersebut, khususnya terhadap paparan merkuri.
"Yang kami periksa tentunya kadar merkuri yang ada di media, seperti di air, tanah, sayur-sayuran sekitar lokasi, sampel yang dialiri air. Kemudian juga ibunya, khususnya yang sifatnya di rambut dan kuku," jelas Imran kembali.
Kandungan merkuri sendiri, kata Imran, memang berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat merkuri pada dasarnya dapat tercemar dengan mudah melalui air, tanah maupun udara.
"Masing2 media bisa beda [kadar merkuri yang dianggap berbahaya]. Kalau yang di rambut dan kuku itu standarnya 50 mikrogram per miligram. Tapi di air dan ikan itu lebih kecil lagi," ujarnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan pada dasarnya memang masih banyak penambangan emas skala kecil yang menggunakan zat merkuri.
"Penambangan emas skala kecil itu memang masih banyak yang menggunakan merkuri. Itu yang harus kita atasi persoalannya," tuturnya.
(fey/ayp)