Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (
MPR) Zulkifli Hasan (
Zulhas) menyatakan
Polri telah kecolongan lagi terkait serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumut, Rabu (13/11).
Ia pun mengungkit lagi penusukan terduga teroris terhadap Jenderal TNI (Purn) Wiranto pada 10 Oktober 2019 lalu di Pandeglang, Banten. Saat itu Wiranto masih menjabat Menko Polhukam sehingga pengamanan VIP melekat pada dirinya sebagai pejabat negara.
"Saya kira kita beberapa kali kecolongan nah tentu ini imbauan untuk aparat keamanan, [ada korban aksi teror] mulai dari Pak Wiranto misalnya ini Polres di Sumatera Utara, Medan ini kejadian lagi saya kira itu
warning, hati hati," kata Zulhas kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira perlu kesiagaan," kata dia.
Saat diminta penegasan mengenai maksud mengenai kecolongan itu ditujukan kepada aparat keamanan terkait, Zulhas menjawab lugas, "Ya, iya dong!"
"Saya kira BIN (Badan Intelijen Negara), ya kita, dan juga aparat keamanan lainnya betul-betul memang harus mengantisipasi segala kemungkinan. Ada di Papua, ada di Maluku, ada di Sumatera Utara harus hati hati," sambung Ketua Umum PAN tersebut.
Zulhas pun meminta aparat keamanan terkait, terutama BIN dan intelijen di institusi lain untuk melakukan pemetaan terkait penyebaran radikalisme di Indonesia.
Bom bunuh diri yang terjadi pada Rabu (13/11) pukul 08.45 di Mapolrestabes Medan. Pelaku mencoba berkamuflase dengan berbaur di antara pemohon Surat Catatan Keterangan Kepolisian (SKCK) sebelum meledakkan bom di pinggangnya di dekat petugas polisi yang selesai apel.
Mabes Polri menyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan sementara diketahui pelaku belum dapat diidentifikasi terkait jaringan teror tertentu alias merencanakan dan melakukan aksinya sendiri (
lone wolf).
Sementara itu terkait tudingan kecolongan, Menko Polhukam Mahfud MD meminta masyarakat tidak nyinyir atas serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara, Rabu (13/11) pagi.
Pencegahan terkait rencana aksi terorisme, kata Mahfud, sebenarnya telah dilakukan. Hal itu dibuktikan dengan membandingkan kuantitas aksi teror yang berkurang beberapa tahun belakangan.
Mahfud menilai sebagian masyarakat menganggap apa yang dilakukan pemerintah adalah salah, termasuk ketika terjadi aksi teror.
"Pemerintah bertindak disebut melanggar HAM, pemerintah enggak bertindak disebut kecolongan. Begitu saja. Kita sama-sama dewasa menjaga negara ini," kata Mahfud di Gedung SICC, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu.
"Orang nyinyir itu kalau mengkritik, kalau terjadi sesuatu hanya bilang, 'loh saya kan cuma usul'. Sudah terjadi dia tak mau tanggung jawab. Oleh karena itu jangan selalu menyudutkan aparat kalau mengambil tindakan," sambung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Sementara itu terkait tudingan kecolongan aparat atas penusukan Wiranto pada 10 Oktober lalu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo juga membantahnya.
Dedi Prasetyo menyatakan dalam sebuah kegiatan publik adalah hal wajar bagi seorang pejabat untuk meladeni interaksi dengan masyarakat.
"Tidak ada istilah kecolongan, jadi interaksi pejabat publik dengan masyarakat seperti hal ya yang sudah terjadi seperti itu, bersalaman, disapa itu hal biasa," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/10).
[Gambas:Video CNN]Dedi mengatakan pada saat kejadian tersebut pun, aparat keamanan telah melakukan pengondisian sesuai SOP pengaman terhadap Wiranto yang merupakan pejabat VIP.
"SOP pengamanan dilakukan," ujarnya.
Pada 10 Oktober lalu, Wiranto diserang menggunakan pisau saat hendak mengunjungi peresmian gedung baru Mathla'ul Anwar, Pandeglang, Banten.
(mts/asa)