Jakarta, CNN Indonesia -- Pengemudi mobil yang menabrak pengendara skuter listrik
GrabWheels hingga tewas, DH, tak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor. Polisi mengklaim keputusan ini bukan karena latar belakang keluarga
tersangka.
Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar menyebut keputusan itu dibuat atas dasar alasan subyektif penahanan.
"Wajib lapor, kalau tidak dilakukan penahanan itu tetap dilakukan wajib lapor. Seminggu dua kali," kata dia, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (14/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, tersangka tidak akan melarikan diri atau merusak barang bukti.
Diketahui, alasan penahanan subyektif terhadap tersangka, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, adalah ada kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
[Gambas:Video CNN]Sementara, alasan obyektif penahanan, berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP adalah tersangka dijerat pasal dengan ancaman lebih dari 5 tahun penjara.
Saat ditanya mengenai kesamaan kasus dengan penabrak apotek di Senopati pada Oktober lalu, Fahri menjelaskan bahwa kasus itu ditangani oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Menurutnya, terdapat penilaian yang berbeda dari penyidik dalam kasus tersebut.
"Nah ini variasi perkaranya tentunya berbeda karena penyidik itu independen," jelas dia.
Sementara itu, keputusan tidak dilakukan penahanan tersangka itu menuai kritik warganet. Akun Twitter @nitaalutfi menyebut tersangka DH merupakan anak pejabat Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Apa karena keluarga pelaku adalah orang 'penting' RI jadi kasus ini cacat hukum, pak Polisi yg terhormat @TMCPoldaMetro? Apa karna Ibu pelaku dewan pejabat? Sudah 2 org memakan korban. Sangat mengerikan hukum di negara ini," cuit akun tersebut.
Terkait hal tersebut, Fahri enggan berkomentar lebih jauh. Dia beralasan jika pihaknya hanya melihat dari sudut pandang teknis kasus.
"Saya tidak memperdalami masalah itu karena kalau penyidik lebih kepada hal-hal yang terkait masalah kronologis kejadian," kata Fahri.
Sebelumnya, kecelakaan itu terjadi ketika DH sedang berupaya menyalip mini bus di jalan raya depan Pintu 1 Gelora Bung Karno, Senayan.
Pada saat akan menyalip lewat jalur sebelah kiri, ternyata ada tiga pengendara skuter di jalur tersebut. Walhasil, DH pun menabrak tiga pengendara skuter tersebut kecepatan sekitar 40 sampai 50 kilometer per jam. Insiden mengakibatkan dua orang tewas, dan satu lainnya luka-luka.
Atas perbuatannya, DH dijerat Pasal 310 (ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara jika korban meninggal) juncto Pasal 311 (ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara jika korban tewas) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(mjo/arh)