Jakarta, CNN Indonesia --
Polda Metro Jaya selaku pihak termohon dalam sidang praperadilan perkara dugaan makar mengaku memiliki lima alat bukti dalam penetapan para aktivis dan mahasiswa
Papua sebagai tersangka kasus itu.
"Ada proses penyelidikan, penyidikan, dan saat menetapkan tersangka kita sudah memiliki dua alat bukti yang sah," kata Kasubid Bankum Polda Metro Jaya AKBP Nova Irone Surento kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/12).
Dalam berkas eksepsi yang diterima
CNNIndonesia.com, dijelaskan bahwa kepolisian meminta agar pengadilan menyatakan seluruh permohonan para pemohon tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu termasuk pada proses penahanan, penangkapan, penyitaan, penggeledahan dan penetapan tersangka yang sebelumnya dianggap oleh para pemohon tidak sah.
Dalam penangkapan dan juga penetapan tersangka misalnya, kepolisian mengaku telah melakukan prosedur sesuai dengan menyiapkan lima alat bukti yang sah serta telah melalui proses gelar perkara. Alat-alat bukti itu meliputi keterangan saksi-saksi terkait, bukti surat, keterangan ahli, petunjuk, dan dokumen elektronik.
 Para keluarga aktivis dan mahasiswa Papua memprotes penangkapan oleh kepolisian. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
"Termohon telah menemukan adanya 5 alat bukti yang sah yang mana berdasarkan alat bukti tersebut ditemukan bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup," tutur keterangan dalam berkas itu.
Sementara itu, untuk proses penyitaan, pihak kepolisian pun mengaku sudah menerbitkan surat perintah penyitaan dan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri setempat. Hal itu untuk membantah pernyataan pemohon mengenai tindak perampasan oleh aparat keamanan yang bertugas.
"Termohon mendapatkan Surat Penetapan Penyitaan dan Pengadilan Negeri terhadap barang bukti yang disita," tulis berkas eksepsi dari kepolisian dalam perkara tersebut.
"Dengan demikian, tahapan penyitaan yang termohon lakukan telah sesuai prosedur," jelasnya.
Dalam rangkaian sidang sebelumnya, Tim Advokasi Papua menilai penggeledahan, penyitaan, dan juga penangkapan yang dilakukan kepolisian tak sah.
Mereka juga menilai, polisi tidak mengikuti prosedur saat menetapkan Surya Anta cs sebagai tersangka.
 Anggota Tim Advokasi Papua Oky Wiratama (kanan). ( CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra) |
"Termohon melakukan penangkapan terhadap para pemohon, anggota termohon langsung melakukan perampasan, bukan melakukan penyitaan yang diatur di dalam KUHAP," kata anggota Tim Advokasi Papua, Oky Wiratama, kemarin.
Dalam perkara ini, pihak pemohon antara lain Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta dan lima mahasiswa Papua, yakni lain Issay Wenda, Arina Lokbere, Charles kossay, Ambrosius Mulait dan Dano Tabuni.
Sementara itu, sidang gugatan praperadilan perkara ini akan dilanjutkan Rabu (4/12) besok dengan agenda pembuktian oleh pemohon.
Sementara itu, Tim Advokasi Papua mengaku batal menghadirkan tersangka kasus dugaan makar Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge terkait tudingan ujaran rasial kepolisian di sidang besok.
Pengacara Tim Advokasi Papua Okky Wiratama menjelaskan, pihaknya sudah berusaha untuk meminta surat perintah kepada Hakim Tunggal Agus Widodo, namun hal tersebut tak dapat dilakukan karena hakim menolak.
"Karena kewajiban untuk menghadirkan saksi dari kami selaku pemohon. Kemungkinan besok enggak bisa kami bawa," tutur Okky, di PN Jaksel.
[Gambas:Video CNN]Tim Advokasi Papua sebelumnya berencana menghadirkan Arina sebagai saksi untuk membuktikan tindak rasial yang dilakukan oleh kepolisian saat melakukan penangkapan para mahasiswa dan aktivis Papua. Penangkapan itu terkait kasus makar akibat pengibaran bendera bintang kejora di seberang Istana.
Kendati demikian, ia pun meyakini dapat membawa saksi dan juga bukti-bukti kuat lain dalam sidang berikutnya.
(mjo/arh)