Jakarta, CNN Indonesia -- Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meragukan proses penangkapan terhadap
Surya Anta dan lima aktivis politik
Papua yang melakukan aksi unjuk rasa dan mengibarkan bendera
bintang kejora di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus silam.
Menurut Abdul, penangkapan yang hanya berselang dua hari setelah menerima laporan pengibaran bintang kejora, bukan hal biasa. Alasan Fickar, banyak prosedur yang harus dipersiapkan polisi sebelum menangkap seseorang.
"Menurut saya waktu dua hari dari [penerimaan] laporan, kemudian menetapkan [tersangka] secara normal, kalau ditanya keabsahan [itu] tetap sah. Tapi apakah itu biasa, menurut saya menjadi tidak biasa," kata Fickar menanggapi pertanyaan pengacara Tim Advokasi Papua, Oky Wiratama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fickar dihadirkan dalam sidang praperadilan kasus penangkapan terhadap Surya Anta cs di PN Jaksel, dengan status sebagai saksi dari pemohon.
Dalam sidang Fickar juga menjelaskan bahwa polisi harus memiliki surat perintah sebelum melakukan penangkapan. Surat perintah dibutuhkan karena polisi tidak melakukan tangkap tangan.
"Tapi bila tidak tertangkap tangan, penangkapan karena pengaduan, maka penyidik harus dibekali surat perintah," ujar Fickar.
Praperadilan ini adalah imbas dari penangkapan terhadap sejumlah aktivis Papua. Mereka ditangkap setelah menggelar demo di depan Istana Kepresidenan sambil mengibarkan bendera bintang kejora, 28 Agustus lalu.
Kemudian kepolisian melakukan penangkapan beruntun terhadap enam orang pada 30 dan 31 Agustus. Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus makar.
Pada 22 Oktober 2019, kuasa hukum keenam tersangka itu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Tim Advokasi Papua menilai ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka makar.
"Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun tiba-tiba ditangkap dan disebut sebagai tersangka," kata Oky Wiratama.
Polisi mengaku sudah melakukan rangkaian proses itu sesuai prosedur. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Argo Yuwono pun meminta semua pihak melihat faktanya nanti di persidangan.
"Tunggu saja di pengadilan, biar terbuka semua seperti apa yang sebenarnya terjadi," kata Argo kepada CNNIndonesia.com, Rabu (20/11).
Berkas perkara enam aktivis Papua yang berstatus tersangka itu sudah diserahkan ke Kejaksaan per Senin lalu (18/11). Mereka akan segera disidang dalam kasus dugaan makar.
(mjo/wis)