LIPUTAN KHUSUS

Polisi Korban Bom Kuningan 15 Tahun 'Berteman' dengan Obat

mts | CNN Indonesia
Jumat, 27 Des 2019 10:33 WIB
Aiptu Ram masih gagah bersiaga hingga tiga hari pascateror bom Kedubes Australia pada 2004, namun ia mulai rasakan gejala trauma setelah terbaring di RS.
Polisi korban bom Kedubes Australia 2004, Aiptu Ram Mahdi Maulana, menikahi Yadhi Setiantari pada 2006. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Sebagai korban langsung teror bom, Aiptu Ram Mahdi Maulana mengakui trauma menjadi salah satu dampak, terutama setelah didiagnosa mendapatkan luka bagian dalam.

Ram, yang sesaat setelah ledakan masih gagah menjalankan tugasnya sebagai polisi Pam Obvit, ketika tergeletak di rumah sakit mengaku sempat menaruh curiga terhadap sejumlah orang saat menjalani perawatan.

"Awal-awal ketika masih perawatan di rumah sakit sempat curiga sama orang, saya baca gestur orang sempat muncul kecurigaan. Tetapi ya lama-lama itu di-manage, agar nyaman," kata Ram.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait biaya dalam proses pengobatan selama ini, dia mengaku beruntung karena masih mendapatkan bantuan secara penuh dari Kedubes Australia hingga saat ini.

"Pengobatan ini enggak sedikit, setiap satu kali saya datang berobat, bisa habis sampai Rp3 juta. Saya beberapa kali perawatan sampai habis Rp30 juta, terakhir itu Rp50 juta, hampir dua minggu lebih dirawat. Masih bersyukur Kedubes Australia masih memberikan perhatian," ucap Ram.

LIPSUS KORBAN TERORIS 4-Polisi Korban Bom KuninganAiptu Ram Mahdi Maulana bersama istri dan anak-anak mereka. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Gangguan Keseimbangan

Kini, Ram banyak menghabiskan aktivitas sehari-harinya di rumah, bila tidak berobat ke rumah sakit. Menurutnya, dirinya jarang berangkat kerja ke Polda Metro Jaya sejak 2017 lalu, meski statusnya masih sebagai anggota Dit Pam Obvit Polda Metro Jaya hingga saat ini. Untuk menghindari sanksi dari satuannya karena tidak pernah bekerja, istri Ram selalu mengirimkan resume hasil pemeriksaannya ke Polda Metro Jaya setiap bulan.

"Kalau kondisi lagi enak, sesekali juga datang," tutur Ram.

Kini, kehidupan Ram telah banyak berubah pascateror bom 2004 silam. Ia menikah pada 2006, dan dikaruniai tiga orang anak.

"Anak saya tiga: Kelas 6 SD, kelas 4 SD, sama TK," ucapnya.

Gumpalan darah di otak kecilnya ternyata membatasi dirinya dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Ram tak lagi kuat untuk menyetir mobil dalam jarak yang jauh. 

"Terakhir saya bawa motor jatuh di Depok, bawa mobil kecelakaan. Kalau bawa motor karena keseimbangan tadi. Jadi sekarang mobilitas terbatas," kata Ram.



Selain berobat, Ram juga mengikuti kelompok Aliansi Indonesia Damai (AIDA). Bersama korban teror lain, ia mengaku kerap membagikan pengalaman atau pengetahuannya terhadap mantan jihadis, pelajar, hingga tokoh-tokoh agama. Ram menyatakan kegiatan itu dipilih karena menyadari perang terhadap terorisme merupakan pekerjaan rumah bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Lebih jauh, Ram mengaku prihatin, miris, dan sedih melihat serangkaian aksi terorisme masih terus terjadi di Indonesia hingga saat ini, di tengah upaya serius pemerintah lewat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kemendagri, dan Polri untuk memeranginya.


Artikel ini merupakan bagian dari serial Liputan Khusus CNNIndonesia.com dengan tajuk Bertahan dari Luka Terorisme. Simak selengkapnya di sini.
(kid)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER