Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
DKPP) mempertanyakan sikap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman yang membiarkan Komisioner
Wahyu Setiawan bertemu dengan anggota PDI Perjuangan terkait pergantian antarwaktu (PAW)
Harun Masiku.
DKPP menegaskan ada kode etik yang mengatur Komisioner KPU hanya boleh bertemu peserta pemilu di lingkungan Kantor KPU.
"Teradu [Wahyu] bebas melakukan pertemuan dengan peserta pemilu di luar kantor dan aktivitas dilaporkan kepada KPU dan anggota lainnya. Namun Ketua dan Anggota lainnya tidak mengingatkan bahwa tindakan teradu telah melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 bahkan terhadap peraturan KPU tahun 2019," kata Anggota DKPP Ida Budhiati dalam sidang di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai sidang, Ida menjelaskan DKPP memerintahkan KPU untuk membenahi sistem kerja mereka, terutama soal pertemuan dengan peserta pemilu. Hal itu perlu dilakukan guna mencegah kasus pertemuan Wahyu dengan PDIP terulang kembali.
Ida menyarankan KPU membuat semacam prosedur baku (SOP). Misalnya Komisioner KPU boleh menemui peserta pemilu, tapi harus didampingi komisioner lainnya atau petugas Sekretariat KPU.
"Hal ini bisa menghindari penyelenggara pemilu itu atas tuduhan-tuduhan yang negatif atau kecurigaan sekurang-kurangnya kepada penyelenggara pemilu, kecurigaan keberpihakan," ucapnya.
Ketua KPU Arif Budiman mempertanyakan pernyataan DKPP itu. Pasalnya, kata Arif, dirinya baru tahu Wahyu bertemu dengan PDIP lewat persidangan DKPP.
"Loh mengingatkan gimana? Kan, Pak Wahyu sudah memberi keterangan (dalam persidangan), bahwa kalau dia mau ketemu orang-orang itu enggak pernah bicara sama kita. Gimana cara saya mengingatkan?" ucap Arief kepada wartawan saat sebelum meninggalkan Kantor DKPP.
Wahyu terjerat kasus suap PAW politikus PDIP Harun Masiku. Dia terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK pada 8 Januari. Sehari kemudian Wahyu dan tiga orang lain ditetapkan sebagai tersangka.
[Gambas:Video CNN]KPK menyebut Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk memuluskan PAW Harun Masiku menggantikan Nazaruddin Kiemas.
DKPP menyebut yang dilakukan Wahyu adalah bentuk pengkhianatan demokrasi. "Sikap dan tindakan teradu yang berpihak dan bersifat partisan kepada parpol tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi," kata Ida.
DKPP memahami kasus dugaan suap masih butuh putusan hukum dari pengadilan. Namun pertemuan Wahyu dengan beberapa pihak terkait PAW menunjukkan ada iktikad buruk menyelewengkan jabatan.
Lembaga itu juga berpendapat seharusnya Wahyu menjadi contoh bagi penyelenggara pemilu di daerah dalam menjaga marwah KPU. Perilaku Wahyu malah merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.
"Rangkaian perilaku teradu dan juga keberpihakan dan bertindak partisan hingga berujung penangkapan dan penetapan tersangka dugaan menerima suap justru meruntuhkan kemandirian, kredibilitas, dan integritas penyelenggara pemilu yang wajib dijaga dan dipertaruhkan dalam segala situasi apapun," ucap dia.
(dhf/wis)