Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengaku sempat mendeteksi keberadaan
Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, saat hendak melakukan operasi tangkap tangan. Harun merupakan tersangka kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024. Ia berstatus buron.
"Malam itu berada di Kebayoran Baru di sekitaran PTIK, sehingga tim lidik bergerak ke arah posisi tersebut," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (30/1).
Ali enggan menjawab apakah deteksi itu berdasarkan informasi intelijen, penyadapan atau cara lainnya. Ia hanya berujar proses tersebut merupakan bagian dari penanganan perkara yang tidak bisa disampaikan kepada publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bagian dari penanganan perkara," katanya singkat.
Ali melanjutkan bahwa Tim Lidik KPK ketika itu sudah berada di sekitar PTIK untuk melakukan pengintaian. Ketika memasuki waktu salat, terang dia, tim singgah di masjid PTIK untuk beribadah.
Ia menambahkan terjadi kesalahpahaman dengan petugas pengamanan PTIK yang menyebabkan tim lidik tertahan untuk waktu yang cukup lama.
Dalam konferensi pers penetapan tersangka beberapa waktu lalu, Ali mengungkapkan bahwa tim sempat digeledah dan dites urine.
"Sempat dilakukan pemeriksaan kepada tim sampai kemudian Deputi Penindakan (Panca Putra) berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak Polri untuk menjemput tim," kata dia.
Sejak ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 9 Januari 2020, Harun masih bebas. Terdapat simpang siur mengenai keberadaan Harun yang membuat publik bertanya-tanya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 16 Januari menyatakan Harun Masiku tak berada di Indonesia. Sebaliknya, pada 22 Januari Ditjen Imigrasi Kemenkumham mengungkapkan bahwa Harun Masiku telah pulang ke Indonesia sejak 7 Januari.
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya. Mereka ialah komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan; eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful (swasta).
Penetapan tersangka itu buah dari operasi tangkap tangan yang dilakukan lembaga antirasuah. Hanya saja, tim penindakan KPK tidak berhasil menangkap Harun.
Harun diduga menyuap Wahyu untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota legislatif menggantikan kader lain dari PDIP, Nazarudin Kiemas, yang meninggal dunia. Sementara, dirinya tidak memenuhi syarat untuk itu sebagaimana ketentuan yang berlaku.
[Gambas:Video CNN]Atas perbuatan itu, Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi suap, Harun dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ryn/wis)