Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai
Demokrat Irwan menyatakan
Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) merupakan sebuah kompromi besar yang dilakukan pemerintah demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Menurutnya, regulasi itu dibutuhkan karena pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Presiden
Joko Widodo selalu tidak sesuai dengan target yang ditentukan.
"Saya melihat bahwa Omnibus Law RUU Ciptaker ini adalah sebuah kompromi besar pemerintah demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sesuatu yang tidak dicapai oleh Jokowi sampai saat ini di tengah keberhasilan beliau pada sektor lainnya," kata Irwan lewat pesan singkatnya kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (19/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyatakan sejumlah poin dalam draf Omnibus Law RUU Ciptaker yang disusun dengan sangat cepat berpotensi menyengsarakan buruh.
Menurut Irwan, Omnibus Law RUU Ciptaker tidak tepat bila disebut akan membela kaum buruh karena sejumlah pasal dalam regulasi tersebut membela investasi, kepentingan pemilik modal dengan sangat jelas, serta akan membuat buruh bekerja seperti romusa atau kerja paksa di era penjajahan Jepang.
"Upah minumum dan jaminan sosial bisa saja jadi hilang, yang pasti UU ini tidak memanusiakan manusia. Buruh seperti romusa, kerja sepanjang waktu tanpa masa depan yang jelas," kata Ketua DPP Partai Demokrat itu.
Ratusan buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law di Jakarta, Senin (20/1/2020). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Dia melanjutkan, Omnibus Law RUU Ciptaker juga berpotensi mengekang pers dan mengangkangi Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Hapus Pasal 170Anggota DPR RI dari fraksi yang sama, Didi Irawadi Syamsudin meminta pemerintah menarik dan menghapus Pasal 170 dalam draf Omnibus Law RUU Ciptaker yang menyatakan ketentuan dalam UU bisa diubah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP). Menurutnya, pemerintah tidak boleh memaksa sebuah pasal yang salah.
"Jangan paksakan usulan yang salah fatal," kata dia.
Didi menilai alasan salah ketik sebagaimana disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD itu tidak masuk akal. Ia pun meminta pemerintah mengaku bahwa pasal tersebut merupakan keinginan pemerintah, bukan salah ketik.
"Tidak perlu terus cari-cari alasan pembenaran seolah-olah seluruh masyarakat tidak mengerti. Logika dan akal sehat kita sangat mudah melihat suatu yang salah dalam pasal tersebut," tutur Wasekjen Partai Demokrat itu.
Aliansi Serikat Buruh menyambangi Gedung DPR untuk melakukan RDPU dengan Komisi IX dalam membahas RUU Cipta Tenaga Kerja. (CNN Indonesia/Aria Ananda) |
Omnibus Law RUU Ciptaker menjadi sorotan setelah pada Pasal 170 menyatakan bahwa ketentuan dalam undang-undang bisa diubah menggunakan Peraturan Pemerintah. Beleid Pasal 170 berbunyi:
(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) berdasarkan Undang-undang ini pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-undang yang tidak diubah dalam Undang-undang ini.(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.(3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.Mahfud menyatakan bahwa salah ketik dalam draf Omnibus Law RUU Ciptaker akan diperbaiki di DPR. Pemerintah, katanya, tak perlu mengirim surat resmi terkait kesalahan ketik tersebut.
"Enggak usah [surat resmi], nanti langsung dibahas aja. RUU Cipta Kerja itu kan sekarang masih bentuk rancangan di mana semua perbaikan, baik karena salah atau beda pendapat, itu masih bisa diperbaiki selama proses di DPR," ujar dia di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/2).
[Gambas:Video CNN] (mts/pmg)