Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuka blokir rekening dari 25 pemilik saham atau single investor identification (SID), usai dipastikan tak terlibat dengan kasus
PT Asuransi Jiwasraya.
"Telah kami periksa. Tidak kami temukan niat jahatnya untuk melakukan goreng-menggoreng saham ini sehingga Jiwasraya mengalami kerugian," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah kepada awak media di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (28/2).
Dalam hal ini, kewenangan untuk pembukaan rekening yang terblokir dimiliki oleh pihak OJK. Sementara itu, kejaksaan sebagai penyidik hanya memberikan rekomendasi pembukaan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febrie menerangkan bahwa pembukaan blokir tersebut dilakukan usai pihak penyidik meminta klarifikasi dari para pemilik saham. Selain itu, kejaksaan pun memeriksa kelengkapan bukti yang mendukung klarifikasi tersebut.
Sebagian besar, kata Febrie, pemblokiran tersebut terjadi karena para pemilik saham memiliki nama akun yang serupa dengan akun lain yang juga terkena blokir.
Febrie pun menerangkan bahwa para pemilik saham yang kini telah dibuka blokirnya sudah memahami kesalahpahaman tersebut.
"Karena ada kesamaan nama saat itu. Ini kan sistem. Ketika kita blokir satu nama, maka nama yang ejaannya sama, terblokir," jelas dia.
Setidaknya terdapat 235 pemilik saham yang rekeningnya diblokir oleh Kejaksaan karena diduga terlibat transaksi saham yang mencurigakan dengan Jiwasraya.
Febrie menuturkan, sebanyak 88 orang mengajukan keberatan terhadap pemblokiran SID itu dan telah memberikan keterangan kepada penyidik.
Hingga saat ini, masih terdapat sejumlah rekening yang diblokir oleh Kejaksaan karena diduga terlibat dengan korupsi Jiwasraya ataupun para tersangka.
Dalam perkara ini, Kejaksaan memperkirakan negara merugi hingga Rp17 triliun akibat korupsi di perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Namun, penghitungan tersebut belum pasti karena pihak penyidik masih menunggu hasil penghitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(mjo/end)