Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) disebut kacau dan makin jauh dari harapan usai bertemu dengan dua pimpinan
MPR yang terkait dengan kasus dugaan korupsi.
Sebelumnya, KPK bertemu dengan jajaran pimpinan MPR pada 14 Januari di Kompleks Parlemen. Pimpinan lembaga antirasuah kemudian gantian menjadi tuan rumah saat menerima pimpinan MPR di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (9/3).
Sementara, di antara pimpinan MPR ada setidaknya dua pihak yang tersangkut perkara di KPK, yakni Zulkifli Hasan alias Zulhas dan Jazilul Fawaid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sudah kacau, para penyelenggara negara, terutama para komisioner KPK, sudah menyampingkan etika bahkan ketentuan UU. Kita mulai hopeless dengan KPK sekarang," kata Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, kepada
CNNIndonesia, Selasa (11/3).
Zulkifli diketahui merupakan saksi terkait kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014 yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun. KPK memandang Zulhas merupakan pihak yang mengetahui langsung perihal alih fungsi hutan tersebut.
Sementara, Jazilul diduga turut menerima uang dalam kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Dalam surat permohonan Justice Collaborator (JC) eks Politikus PKB, Musa Zainuddin, dikatakan bahwa Jazilul selaku Sekretaris Fraksi PKB menerima uang sejumlah Rp6 miliar.
Jazilul juga pernah diperiksa sebagai saksi terhadap kasus suap dana hibah yang menjerat eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
 Pakar pidana Abdul Ficar Hadjar menyebut pimpinan KPK kini kesampingkan masalah etika. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Berdasarkan Pasal 36 Ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, pimpinan lembaga antirasuah dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.
Pasal 65 UU yang sama mengatur mengenai ketentuan pidana jika terdapat pelanggaran. "Setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, berdalih bahwa pertemuan kedua pihak itu merupakan agenda kelembagaan guna memperkuat sendi-sendi kehidupan bernegara dan pemberantasan rasuah.
"Pimpinan KPK dan pimpinan MPR tidak membicarakan perkara. MPR mendukung program KPK terkait pemberantasan korupsi di berbagai fokus bidang bisnis, bidang politik, bidang pelayanan publik dan bidang penegakan hukum," klaimnya.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai dalih kelembagaan dalam pertemuan pimpinan KPK-MPR itu berpotensi digunakan untuk jadi pintu kesepakatan penghapusan pidana.
"Besar potensi atas nama kelembagaan digunakan untuk saling sandera kerja masing-masing atau untuk 'bersepakat' meniadakan proses hukum," kata Haris kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/3).
[Gambas:Video CNN]Seharusnya, lanjut dia, pimpinan KPK memiliki pemahaman terhadap posisi dan risiko kerja sebagai aparat penegak hukum.
"Menjadi aparat hukum memang punya risiko dan nasib untuk tidak gampang hadir dan bertemu dengan orang-orang. Harusnya pimpinan KPK paham itu," ucap dia.
Haris pun lantas meminta Dewan Pengawas KPK bersikap proaktif guna menindaklanjuti pertemuan itu.
"Setahu saya dalam KPK ada kode etik. Dewas ke mana? Kok diam saja soal-soal kayak gini?," tanya Haris.
Namun, Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris menilai pertemuan antara pimpinan KPK dengan pimpinan MPR tidak perlu dipersoalkan lagi karena merupakan agenda resmi lembaga.
"Tidak ada pelanggaran etik dalam pertemuan resmi kelembagaan itu," simpulnya.
(ryn/arh)