Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III DPR RI meminta Pemerintah segera menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Pemasyarakatan (PAS). Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham)
Yasonna Laoly enggan buru-buru karena menilai kedua RUU itu tak berdampak langsung pada penanganan pandemi
Virus Corona.
Hal itu terungkap dalam rapat kerja daring antara Komisi III DPR dengan Yasonna, Rabu (1/4). Dewan menilai dua RUU itu harus segera selesai untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana dan mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan (rutan) yang dianggap berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.
"Komisi III DPR RI meminta Menkumham untuk segera menyelesaikan RUU tentang Pemasyarakatan dan RUU tentang KUHP untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana serta mengurangi kelebihan kapasitas penghuni di lembaga pemasyarakatan atau rutan yang sangat berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit," kata Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir membacakan simpulan rapat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, Yasonna menilai tidak perlu tergesa-gesa menyelesaikan dua RUU itu. Pasalnya, itu tidak berdampak langsung terhadap penanganan dan pengendalian penyebaran Virus Corona (Covid-19) di lembaga pemasyarakatan atau rutan.
"Lebih bagus menunggu karena dampaknya tidak otomatis. Kalau disahkan satu-dua bulan ini pun, tidak berdampak langsung terhadap penanganan Covid-19 pengeluarannya," kata dia.
[Gambas:Video CNN]Dalam rapat kerja itu, Yasonna juga meminta DPR mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar dapat melanjutkan pembahasan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan yang pembahasannya tertunda di penghujung masa bakti DPR periode 2014-2019.
Menurutnya, surat dari DPR diperlukan agar Jokowi segera mengeluarkan surat presiden (surpres) baru terkait pembahasan RKUHP serta RUU Pemasyarakatan. Itu dianggap penting demi mengantisipasi masalah, seperti uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Kiranya DPR dapat menulis surat kepada Presiden, mungkin melalui keputusan Komisi III DPR RI untuk memproses dua RUU yang akan datang dan mengirimkan surpres penetapan
carry over tersebut," kata Yasonna.
"Ini untuk memenuhi asas kehati-hatian kita agar terpenuhi dengan baik daripada nanti kita berdebat panjang, kita teruskan lalu di-judicial review karena melanggar prosedur perundangan-undangan formal, akan berbahaya untuk kita," imbuh Ketua DPP PDIP itu.
Diketahui, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan merupakan dua dari empat rancangan perundangan yang dihentikan pembahasannya usai pertemuan antara Presiden Jokowi dan pimpinan Dewan, September 2019. Hal itu terkait dengan demo besar mahasiswa di seluruh Indonesia yang menentang perundangan kontroversial di DPR.
RUU Pemasyarakatan menuai kontroversi karena memuat sejumlah pasal yang dianggap menguntungkan koruptor. Misalnya, kemudahan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa, seperti korupsi dan terorisme.
 Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian |
Sementara, RKUHP setidaknya memiliki 14 Pasal yang dianggap kontroversial yang tengah digodok kembali oleh pemerintah dan dewan. Misalnya, pasal penghinaan terhadap presiden, kriminalisasi terhadap kumpul kebo, pasal kontrasepsi, pasal aborsi, pasal komunisme, pidana korupsi yang ringan, hingga pengekangan kebebasan informasi.
(mts/arh)