Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (
Covid-19) dinilai masih sangat terbatas dan belum memadai.
PP yang diteken Presiden
Joko Widodo itu juga dinilai belum memenuhi kewajiban negara dalam melindungi rakyatnya terkait pelaksanaan percepatan penanganan
virus corona.
Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Fajri Nursyamsi mengatakan, PP tersebut hanya membukukan apa yang sudah dilakukan sejumlah pemerintah daerah dalam penanganan virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal untuk memberlakukan karantina wilayah, kita memerlukan peraturan pendelegasian untuk memberikan dasar agar inisiatif berbagai kepala daerah dalam menanggulangi Covid-19 bisa memiliki koridor dan dasar pengaturan yang jelas," kata Fajri dalam pernyataan tertulisnya yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (2/4).
Seperti diketahui, PP 21/2020 itu ditandatangani pada 31 Maret 2020 demi memutus rantai penyebaran virus corona hingga ke wilayah lain dari episentrum penyebarannya.
Aturan berisi tujuh pasal pokok ini digelontorkan Jokowi dalam rangka pengaturan setiap daerah yang hendak melakukan karantina wilayah hingga pembatasan pergerakan secara lebih rinci
Fajri menilai pengaturan PSBB dalam PP 21/2020 tidak dilakukan secara menyeluruh, karena hanya mencakup kriteria PSBB dan tata cara penetapan status PSBB oleh Menteri Kesehatan.
Peraturan itu, kata dia, sama sekali belum menjawab pertanyaan tentang pelaksanaan PSBB, terutama terkait dengan pelaksanaan kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya.
"Di daerah pun terjadi kebingungan dari tingkat provinsi hingga desa dan mengambil diskresinya masing-masing, karena ketidakpastian hukum mengingat praktik PSBB berjalan, namun tanpa dasar penetapan dari Menteri Kesehatan," ujarnya.
Oleh karena itu, PSHK mendesak Jokowi untuk segera merevisi PP 21/2020 dengan menambahkan materi muatan yang paling sedikit terkait dengan tata cara penetapan dan pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat serta kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, dan Karantina Rumah Sakit.
[Gambas:Video CNN]PSHK juga mendesak agar revisi tersebut menambahkan materi mengenai mekanisme pemenuhan tanggung jawab negara terhadap masyarakat terdampak apabila terjadi karantina wilayah.
"Menentukan batas waktu revisi PP 21/2020 untuk dilakukan tidak lebih dari satu minggu, mengingat PP ini sangat diperlukan untuk melaksanakan kebijakan percepatan penanganan Covid-19," ujarnya.
"Agar Presiden untuk memerintahkan Menteri Kesehatan untuk segera menetapkan status PSBB diberlakukan di Indonesia," lanjut Fajri.
Seperti diketahui, dalam PP 21/2020, setiap pasalnya memastikan tiap-tiap daerah yang ingin melakukan karantina wilayah yang kemudian disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mesti meminta izin terlebih dulu ke pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan yang saat ini dipimpin Terawan Agus Putranto.
Hal itu sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 2 PP Nomor 21 Tahun 2020 yang berbunyi, "Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu."
(dmi/osc)