Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (
PSBB) di
DKI Jakarta sudah dilakukan selama sepekan sejak 10 hingga 17 April. Namun, sebagian pihak merasa pemberlakukan PSBB belum cukup efektif untuk menekan penyebaran wabah virus
corona (Covid-19) di ibu kota.
Fajar Fadhilah, salah satu pegawai swasta di Jakarta mengaku tidak merasakan hal yang jauh berbeda dibanding hari-hari biasanya. Dari tempat tinggalnya di Bogor hingga tempat kerja di Jakarta, ia masih bisa menjalani aktivitas tanpa terhambat aturan-aturan dalam PSBB.
"Saya tidak merasa dihambat sama sekali pergerakannya, masih bebas-bebas saja apalagi kalau lewat jalan tol," kata Fajar kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemberlakuan PSBB, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat sejumlah
check point untuk memantau arus lalu lintas keluar masuk Jakarta. Namun, menurut pengalaman Fajar, pengecekan di
check po
int tidak terlalu berdampak pada pengurangan aktivitas atau mobilitas warga.
Senada, presenter salah satu tv swasta di Jakarta, Stefani Patricia mengatakan, pengecekan aparat di
checkpoint perbatasan dengan daerah lain relatif tidak terlalu ketat. Hal ini membuat jalanan di Jakarta dan sekitarnya masih ramai.
"Kalau perlu yang mau kerja wajib disertai surat pengantar dari kantor untuk memastikan orang itu emang di bagian yang enggak bisa diliburkan," ujar Stefani.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai PSBB di DKI Jakarta bisa lebih optimal jika pelanggar diberi hukuman yang tegas. Menurutnya, penegakan hukum adalah kunci kesuksesan dalam menekan laju penularan virus corona.
"Aspek penegakan hukumnya. PSBB akan efektif apabila dilaksanakan ada penegakan hukum," ujar Trubus saat dihubungi CNNIndonesia.com.
 PSBB di ibu kota belum efektif karena masih banyak warga Bodetabek yang pergi bekerja ke Jakarta (CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Dalam Pasal 93 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada sanksi pidana bagi pihak yang melanggar PSBB.
Mereka yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan berupa PSBB, bisa dipidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sejauh ini, belum ada pihak yang dikenakan sanksi tersebut. Pelanggar PSBB baru sebatas diberi teguran dan harus menyatakan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
Trubus juga menyoroti tingkat kedisiplinan warga yang relatif rendah. Menurut dia, kegiatan di tempat umum selama PSBB memang sudah cukup menurun. Namun, di wilayah permukiman, warga masih banyak yang berkerumun.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi juga berpendapat serupa. Pelaksanaan PSBB masih belum efektif karena masyarakat tidak disiplin.
Terlihat dari warga di daerah penyangga, yakni Bodetabek, yang masih beraktivitas di Jakarta. Menurutnya, laju penyebaran virus corona sulit ditekan jika itu masih terjadi.
"Di sini masih banyak masyarakat bandel, terutama masyarakat dari Bogor, Depok, Bekasi. Belum disiplin," jelas Yogi.
 Pelibatan personel TNI yang lebih banyak diniliai bisa membuat warga lebih disiplin saat PSBB berlaku (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Menurut Yogi, dengan karakter masyarakat di wilayah Jabodetabek yang plural, seharusnya pemerintah bisa mengambil langkah tegas dengan menegakkan aturan-aturan hukum terkait pelaksanaan PSBB. Selama ini, apa yang disampaikan pemerintah dirasa masih sebatas imbauan.
Ia pun menyarankan agar pemerintah lebih banyak menerjunkan personel TNI untuk ikut berperan dalam menjaga pelaksanaan PSBB. Menurut dia, dalam kultur masyarakat Indonesia, figur TNI masih cukup disegani, sehingga masyarakat bisa menaati aturan dalam pelaksanaan PSBB.
"Untuk menjaga sanksi dan pendisiplinan, menurut saya harus ada tentara di situ. Dalam kultur masyarakat kita, TNI masih cukup disegani," tegasnya.
(dmi/bmw)
[Gambas:Video CNN]