Palembang, CNN Indonesia -- Sebanyak enam perawat RS Siloam Sriwijaya
Palembang disebut mengalami trauma sejak ditolak warga untuk tinggal di indekos. Trauma itu membuat para
tenaga medis tersebut enggan kembali ke indekos dan memilih tinggal di rumah sakit.
"Penolakan ini sangat disayangkan. Padahal keenam perawat tersebut merupakan perawat umum yang bahkan tidak merawat dan bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19, apalagi positif," ujar Direktur RS Siloam Sriwijaya Bona Fernando, Senin (20/4).
"Kalau tenaga medis yang bersentuhan langsung atau mereka yang positif SOP kami tidak mengizinkan mereka pulang karena di sini disiapkan akomodasi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bona menuturkan peristiwa penolakan terjadi pada Sabtu (18/4), ketika keenam perawat tersebut hendak pulang ke indekos yang berada di kawasan Kelurahan Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur I, Palembang.
Saat itu, ada warga yang memaksa mereka untuk tetap tinggal di indekos. Warga tersebut memperingatkan bahwa para perawat tidak diperkenankan kembali ke indekos tersebut jika keluar.
Semenjak kejadian, keenam perawat tersebut tidak pernah kembali ke indekos karena trauma. Bona mengatakan para perawat tinggal di bangsal khusus yang disiapkan oleh pihak rumah sakit.
Dia pun menjelaskan bahwa perawatan pasien positif Covid-19 di Siloam memiliki standar operasional prosedur yang jelas dari rumah sakit. Ada tim khusus yang menangani pasien Covid-19 dengan bangsal khusus pula.
Terdapat 24 tenaga medis tim khusus penanganan Covid-19 yang terdiri dari dokter dan perawat. Selama masa merawat pasien, mereka tinggal di rumah sakit dan tidak diperbolehkan pulang. Ia menjamin bila ada tenaga medis yang pulang, dipastikan mereka aman dari Covid-19.
"Kejadian ini berdampak pada petugas medis kita yang jadi trauma. Tapi setelah kejadian ada perwakilan pemerintah dari kecamatan dan kelurahan yang datang untuk meminta maaf. Mereka juga menjamin hal serupa tidak akan terulang lagi," kata dia.
Terpisah, Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa berujar, kejadian tersebut berawal dari kesalahpahaman. Warga mengira para perawat tersebut terpapar Covid-19 padahal kenyataannya tidak.
"Pemkot Palembang dengan Pemprov Sumsel sudah menyiapkan sarana dan akomodasi untuk tenaga medis khusus agar mereka tetap nyaman. Kami sudah siapkan anggaran termasuk insentif untuk tenaga medis yang menangani Covid-19 di Palembang," kata dia.
Sementara itu juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan, Yusri menambahkan pihaknya menyiapkan Hotel Swarna Dwipa dan Wisma Atlet untuk akomodasi seluruh tenaga medis yang merawat para pasien terpapar virus corona di garis depan.
Hal tersebut dilakukan untuk antisipasi penolakan warga dari masyarakat terhadap tenaga medis yang merawat pasien Covid-19.
"Hotel Swarna Dwipa khusus untuk tenaga medis. Bagaimana teknis pengaturannya, akan dibicarakan kemudian. Yang pasti mereka akan diperlakukan dengan baik tanpa perlu khawatir dengan penolakan," ujar dia.
Gugus tugas juga menyediakan akomodasi berupa bus antarjemput bagi para tenaga medis dari hotel tempat menginap ke rumah sakit tempat mereka bertugas. Dengan bus itu diharapkan para tenaga medis tidak khawatir untuk pergi bekerja.
Sekretaris Gugus Tugas Unit Rumah Sehat Wisma Atlet Jakabaring Aufa Syahrizal berujar, saat ini pemerintah menyiapkan tempat khusus di kawasan Wisma Atlet Jakabaring bagi para tenaga medis. Lokasinya terpisah dari ODP Center yang digunakan untuk masa isolasi para ODP yang datang dari luar kota.
Sampai saat ini, terdapat 19 tenaga medis RSUP Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang yang tinggal di Wisma Atlet. Seluruh fasilitas dan kebutuhan transportasi serta makanan dijamin oleh pemerintah.
"Mereka yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan manusia. Masa kita tolak mereka. Seharusnya masyarakat juga berperan untuk mendukung tenaga medis bukan malah menolaknya.
(idz/wis)
[Gambas:Video CNN]