Serang, CNN Indonesia -- Seorang ibu rumah tangga di
Serang, Banten, meninggal pada awal pekan ini setelah menahan lapar dengan hanya minum air galon isi ulang selama dua hari. Ibu bernama Yulie Nuramelia, 43, itu menahan lapar dua hari karena tak ada pemasukan akibat wabah virus corona (
Covid-19).
Wafatnya Yulie setelah kelaparan tersebut meninggalkan duka mendalam, tak terkecuali empat buah hati yang ditinggalkannya.
Yulie memiliki empat anak di mana yang paling bungsu berusia tujuh bulan. Oleh karena itu, pemerintah--khususnya Serang--diminta memerhatikan pula nasib anak-anak mendiang Yulie, termasuk pendidikan dan tumbuh kembangnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak almarhumah ini harus jadi perhatian pemerintah ke depan, karena masih ada yang sekolah, ada yang putus sekolah, tentu harapan kami anak ini tetap bersekolah, sehingga dinas terkait harus mempersiapkan bantuan itu," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten, Uut Lutfi, saat ditemui di kediaman mendiang Yuli, Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten, Selasa (21/4).
Terutama, kata Uut, tumbuh kembang dan kesehatan si bungsu yang masih berusia tujuh bulan. Selain itu, dampak psikologis dan sosialnya juga harus diperhatikan pemerintah Kota Serang maupun Pemprov Banten.
"Termasuk anak yang paling bungsu, 7 bulan, harus diperhatikan masa kembang nya. Sekarang sedang diurus bibinya, pengakuan bapaknya," ujar Uut.
Ia pun mendorong agar Pemkot Serang dan Pemprov Banten menggandeng semua elemen dan relawan untuk mencari tahu lagi keluarga-keluarga yang memang membutuhkan, tapi belum tersentuh bantuan sosial.
Uut berharap kasus Yuli dan keluarga yang harus menahan lapar dengan meminum air galon selama dua hari sebelum mendapatkan bantuan tak terjadi lagi. Yuli sendiri telah meninggal dunia, Senin, 21 April 2020 pukul 15.00 WIB.
"Kasus ini mudah-mudahan kasus terakhir. Pemerintah, satgasnya harus bisa bekerjasama dengan peran pemuda, keluarga mana yang membutuhkan bantuan, harus dikasih bantuan. Jangan sampai setelah keninggal, pemerintah merasa kecolongan," kata Uut.
Suami Yulie, Mohamad Holik, 49, adalah seseorang yang mencari nafkah sebagai pencari barang rongsokan.
Sejak muncul wabah corona, lapak yang bisa menampung barang rongsokan dari Holik tutup sehingga tak ada lagi pendapatan bagi keluarganya.
Begitupun anak sulungnya yang bekerja sebagai buruh tak bisa menambah penghasilan bagi orang tuanya karena tempatnya bekerja tutup sejak wabah corona.
Penyebab tewasnya Ibu Yulie belum diketahui. Sebelum meninggal dia masih sempat menerima bantuan dari para relawan dan donatur. Kondisinya disebut sehat.
Agus Jakaria, Ketua RT 03 RW 07, Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten, mengaku pernah membawa berkas keluarga almarhum Ibu Yuli ke pemerintah untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos).
Namun data keluarga itu ditolak, lantaran tertulis bekerja sebagai petugas kebersihan yang dikira mendapatkan gaji setiap bulan. Benar memang sang suami, Mohamad Holik bekerja sebagai 'petugas kebersihan' yang mencari barang bekas dan layak jual dari tempat sampah atau tepatnya pemulung.
Penghasilannya pun tak menentu, namun jika dirata-rata hanya Rp 30 ribu pendapatan perhari paling besarnya. Uang sebesar itu harus dibagi untuk makan bersama Yulie, Holik, dan empat anaknya.
"Saya bawa data 15 Kepala Keluarga (KK), 5 KK saya bawa lagi karena tidak masuk kategori, disitu termasuk Pak Holik, karena status pekerjaannya sebagai kebersihan. Saya bawa berkasnya ke Kesos, saya bilang ke almarhum berkasnya saya bawa lagi," kata Agus Jakaria yang ditemui di kediaman mendiang Yulie, Selasa.
Agus menjelaskan bantuan datang ke keluarga Yulie sejak Sabtu, 18 April 2020, usai ramai diberitakan media massa bahwa keluarga itu sempat menahan lapar dengan meminum air galon selama dua hari. Bantuan diberikan langsung ke Yulie dan keluarga oleh para relawan.
"(Bantuan dari pemerintah) belum ada, adanya Sabtu, datang nya bantuan banyak sore nya," terangnya.
Rochman Setiawan, salah satu relawan yang sempat memberikan bantuan dan bertemu langsung dengan almarhumah, mengaku kaget mendengar Ibu Yulie meninggal. Dia mengaku baru memberikan bantuan pada Senin, 20 April, sekitar pukul 10.00 WIB.
"Kalau ada yang bilang keluarga Ibu Yulie enggak kelaparan, itu bohong. Waktu saya kasih bantuan, itu roti, langsung dimakan sama anaknya. Saya kaget pas dapat kabar ibu (Yulie) meninggal dunia," kata pria yang akrab disapa Omen itu, sembari terdengar menangis saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya.
Dilansir dari
Detikcom, Wali Kota Serang Syafrudin menduga warganya itu bukan meninggal karena kelaparan. Ia menyatakan langsung mengutus Camat Serang.
Selain camat, ada utusan dari Dinsos yang pada hari Minggu memberikan bantuan. Menurut Syahfudin, dari laporan yang ia dapat dari Dinsos, saat warga tersebut didatangi Minggu, ada cemilan singkong dan pisang goreng.
"Kayaknya itu kurang pas. Sebab, di situ, di ruangan itu, ada pisang goreng, kemudian ada singkong," katanya.
Keluarga tersebut, menurutnya, kemudian diberi bantuan berupa beras. Bukan hanya dari pemkot, tapi juga ada bantuan dari berbagai pihak, mulai kecamatan sampai ormas. Bahkan Senin (20/4) siang, utusan dari Pemprov Banten juga datang, namun sorenya Yulie meninggal.
(ynd/kid)
[Gambas:Video CNN]