Lilikuran, Tradisi Ramadan Banten yang Diubah Akibat Corona

CNN Indonesia
Jumat, 08 Mei 2020 05:35 WIB
Ilustrasi Anak Mengaji
Tradisi qunutan dan lilikuran di Banten selama Ramadan ditiadakan akibat pandemi virus corona (mufidpwt/Pixabay)
Serang, CNN Indonesia -- Umat muslim di Banten memiliki tradisi Qunutan dan Lilikuran di hari ke-15 bulan Ramadan. Namun, tradisi itu harus ditiadakan akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Menurut Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Serang, Amas Tajudin, istilah Qunutan berasal dari Doa Qunut yang dibawa pada rakaat terakhir salat witir yang biasanya dimulai sejak hari ke 15 sampai akhir bulan Ramadan.

Ada juga yang mengatakan Qunutan adalah sarana dakwah dan memakmurkan masjid ataupun mushola dengan cara berkumpul dan berdoa bersama-sama. Biasanya, masyarakat akan membuat ketupat, sayur opor dan makanan lainnya untuk dibawa ke Masjid dam berdoa bersama, baik usai salat Maghrib atau usai salat tarawih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari sudut pandang tradisi sekaligus strategi dakwah memakmurkan masjid bagi masyarakat adalah ngariung di masjid, bersodaqoh aneka makanan, atau lazimnya ketupat sayur yang sangat lezat dimakan bersama setelah taraweh hari ke 15," kata Sekretaris MUI Kota Serang, Amas Tajudin, melalui pesan singkatnya, Kamis (07/05/2020).
Jika awal Ramadan yang jatuh pada 24 April 2020, maka Qunutan akan berlangsung besok, Jumat, 08 Mei 2020, yang tepat bertepatan dengan 15 Ramadan.

Usai Qunutan, masyarakat Banten biasanya akan melaksanakan Lilikuran yang dilakukan setiap malam ganjil Ramadhan. Lilikuran pun mirip dengan Qunutan, namun tidak membuat ketupat, hanya kue dan panganan ringan yang dibawa masyarakat ke Masjid kemudian berdoa bersama-sama.

Lilikuran akan terus berlanjut hingga akhir Ramadhan dan akan semakin meriah di 10 hari terakhir Ramadhan, di mana malam Lailatul Qodar akan dicari oleh umat Muslim di dunia, termasuk di Banten.
Usai berdoa bersama, maka masyarakat yang memakmurkan masjid atau mushola akan lebih ramai dengan mengaji hingga tiba waktu sahur.

"Usai Qunutan, dilanjutkan setiap hitungan tanggal tertentu yang disebut lilikuran. Hal tersebut merupakan strategi dakwah memakmurkan masjid untuk menggapai lailatul qodar," ucap Amas.

Namun saat pandemi Covid-19 kali ini, Amas menghimbau agar umat Muslim dan pengurus Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) bisa menggantinya dengan cara lain namun tidak mengurangi makna dan pahala dari tradisi Qunutan maupun Lilikuran.

Ketupat hingga kue ringan bisa diganti dengan sembako dan dibagikan ke masyarakat yang ekonomi dan kehidupannya terdampak pandemi Covid-19. Jika mengurangi berkumpulnya massa, maka diharapkan bisa memutus mata rantai penularan Covid-19.

"Saat ini situasi sangat berbeda karena wabah Covid-19, maka tradisi ketupat qunutan dan aneka kue lilikuran, bisa diberikan dalam bentuk lain kepada masyarakat, tidak harus di masjid dan atau menunggu pertengahan Ramadan atau malam lilikuran," kata Amas.

."Bisa sejak sekarang diantar ke rumah-rumah atau bahan mentahan sembako dibagikan sesuai protokol kesehatan," tambahnya.
(ynd/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER