Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum (
LBH) Jakarta, Saleh Al Ghifari, menilai pernyataan Jaksa Agung
ST Burhanuddin bahwa kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM sebagai bentuk kurangnya pengetahuan. Masalahnya, hal itu merugikan para keluarga korban.
Hal itu dikatakannya terkait gugatan para keluarga korban terhadap pernyataan Jaksa Agung itu ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta, Selasa (12/5). Gugatan itu teregister dalam nomor perkara 99/G/TF/2020/PTUN.JKT.
"Gugatan kami dalam petitum untuk Jaksa Agung menarik ucapannya yang boleh jadi karena kebodohan atau alasan lain menyampaikan hal tersebut," kata Saleh, dalam konferensi pers di PTUN Jakarta dan disiarkan kanal Youtube Amnesty International Indonesia, Selasa (12/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Jaksa Agung menyebut Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata dia, saat menggelar rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, pada 16 Januari lalu.
Atas ucapan Burhanuddin tersebut, kata Saleh, telah menimbulkan kerugian secara langsung kepada para korban. Yakni, kehilangan kepastian hukum dan pemenuhan janji-janji pemerintah untuk menuntaskan perkara-perkara kasus HAM masa lalu kepada para korban.
"Tindakan demikian itu secara perdata dan tata usaha negara itu ada kelalaian, mesti diminta pertanggungjawaban," kata Saleh.
"Pernyataan Jaksa Agung tadi dia bersifat resmi dan bisa jadi turunan efek atau dampak langsung ke kebijakan pengungkapan kasus pelanggaran ham berat, dalam hal ini Semanggi I dan II," lanjut dia.
Salah seorang keluarga korban Semanggi I Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, Maria Katarina Sumarsih, yang turut hadir dalam pendaftaran gugatan itu, pun menyebut pihaknya mendapat ketidakpastian hukum terkait pernyataan tersebut.
"Harapannya, [gugatan] ini jadi pembelajaran lembaga-lembaga terkait yang menangani kasus-kasus HAM Berat," kata Sumarsih.
Terkait kritikan pada pernyataan itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono sempat menyebut tak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Menurutnya, pernyataan Burhanuddin itu didasarkan pada keputusan pansus DPR tahun 2001.
"Berdasarkan hasil keputusan DPR juga pansus makanya disampaikan lagi mengingatkan lagi bahwa pansus 2001 menyatakan itu (bukan HAM berat)," kata Hari kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (17/1).
"Jaksa agung kan punya cantolan, punya pegangan. Kawan-kawan di DPR kan sudah membuat pansus lah, patokannya itu," imbuhnya.
(mjo/arh)
[Gambas:Video CNN]