Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi sidang penyiraman air keras terhadap
Novel Baswedan, Martini, mengaku hampir ditabrak pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik
KPK tersebut dengan sepeda motor.
Ia menuturkan peristiwa itu terjadi saat sedang dalam perjalanan pulang ke rumah usai melaksanakan salat subuh berjemaah di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017 lalu. Itu adalah masjid yang berada di kawasan tempat tinggal Novel.
Saat itu, kata Martini, ada sebuah pengendara sepeda motor yang berasal dari arah timur menuju ke barat dengan kecepatan penuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Motor kencang mau nabrak saya dari arah belakang," katanya saat memberikan keterangan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang disiarkan secara langsung melalui akun berbagi Youtube, Selasa (12/5).
Dalam waktu yang berdekatan dengan peristiwa itu, Martini mengaku mendengar seseorang menjerit kesakitan. Kala itu, ia mengaku belum tahu secara pasti siapa yang berteriak minta tolong dan mengucap takbir tersebut. Hanya saja, ia mengaku melihat cangkir di sekitar orang yang tengah berjongkok sembari melepaskan bajunya itu.
"Pas nengok sekali saya lihat ada orang jongkok sambil melepas baju, ada
mug [cangkir] juga," tuturnya.
Mendengar teriakan itu, Martini mengaku langsung berlari menuju kediamannya yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Pada siang hari, barulah Martini mengetahui bahwa orang yang menderita itu adalah penyidik KPK, Novel Baswedan.
Saksi mengaku pada saat kejadian itu dirinya tak tahu apa hubungan antara cangkir tergeletak dan insiden ang dialami Novel.
Beberapa hari setelah itu, saat ada pengajian di rumah istri Novel dan dirinya ditunjukkan foto penyidik KPK tersebut yang diperban. Dari sana, dia menduga Novel habis disiram sesuatu makanya mengungkapkan itu.
"Kondisi mata begitu ada hubungan dengan teriakan 'Allahuakbar', ya kali. Orang ada cangkirnya, berwarna hijau," ujar Martini di mencoba menjelaskan pemahamannya soal hubungan antara cangkir dengan mata Novel di muka persidangan.
Martini mengaku tidak akrab dengan Novel. Ia mengatakan juga tidak mengetahui latar belakang Novel sebagai penyidik KPK. Hanya saja, ia kenal dengan istri Novel.
Seperti Martini, saksi lainnya yaitu Sumarni Supandi juga melihat sebuah cangkir tergeletak ketika Novel menjerit kesakitan. Tak lama kemudian, Novel ditolong oleh salah seorang jamaah masjid dan dibawa kembali ke arah masjid.
Sumarni pun lantas mengikuti mereka karena penasaran.
"Saya mendatangi mereka, 'Ini siapa ya?' Terus saya ke masjid, Pak Man bilang Novel baru disiram [air keras]," kata dia.
Sumarni mengungkapkan tidak melihat jelas kondisi mata Novel saat tengah dibasuh dari keran untuk air wudu. Bahkan, ia mengatakan tidak mengetahui apa yang sebenarnya dialami Novel.
"Sampai sekarang enggak tahu kenapa Pak Novel," ucap dia.
Seperti Martini, ia juga diperlihatkan sebuah foto Novel dengan wajah dibalut perban saat mengikuti pengajian di rumah istri Novel.
"Dikasih foto pak Novel dipakai perban. Foto itu sedang enggak tahu duduk atau tidur. Enggak tahu itu foto di mana," imbuhnya.
Dalam kasus ini, yang menjadi terdakwa adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Mereka sebelumnya diketahui sebagai anggota aktif Polri juga. Pada 28 Desember 2019, saat dipindahkan dari tahanan Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri, salah satu tersangka mengatakan dirinya tidak menyukai tindak-tanduk Novel.
"Tolong dicatat. Saya tidak suka Novel karena dia pengkhianat," kata Ronny kala itu.
Penyiraman air keras kepada Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017 lalu. Sejak saat itu, polisi melakukan penyelidikan dalam jangka waktu lama. Polisi membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan yang terdiri dari sejumlah elemen dari aktivis, tokoh masyarakat, hingga anggota Polri sendiri.
TGPF menduga ada 6 kasus
high profile yang ditangani Novel, diduga berkaitan dengan penyerangan ini. Kasus-kasus tersebut adalah korupsi kasus korupsi e-KTP, kasus mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus Bupati Buol Amran Batalipu, kasus Wisma Atlet, dan kasus penanganan sarang burung walet Bengkulu.
Penyelidikan TGPF gagal mengungkap pelaku penyerangan. Setelah itu Polri membentuk tim teknis kasus Novel Baswedan yang dipimpin Kabareskrim yang saat itu dipimpin Idham Aziz--saat ini Kapolri. Dan, pada 27 Desember 2019, Polri mengumumkan telah mengamankan dua penyerang Novel.
(ryn/kid)
[Gambas:Video CNN]