Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Advokasi
Papua mendesak
Ombudsman untuk menyelidiki dugaan maladministrasi menyusul lima warga Papua yang batal dibebaskan hari ini dari rumah tahanan (
rutan) Salemba, Jakarta Timur. Kelima tahanan tersebut disebut terlibat kejahatan makar atau melawan negara.
Salah satu tim advokasi, Mike Himan menilai petugas Rutan Salemba dan Pondok Bambu di bawah kewenangan administratif Kanwil Hukum dan HAM DKI Jakarta diduga telah melakukan praktik maladministrasi terkait upaya pembebasan kelima tahanan politik Papua.
"Petugas Rutan Salemba dan Pondok Bambu dalam perkara ini di bawah kewenangan administratif Kanwil Hukum dan HAM DKI Jakarta telah melakukan praktik mal administrasi," ujar Mike dalam keterangannya, Selasa (12/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana pembebasan lima dari total enam tapol Papua diumumkan sehari sebelumnya oleh petugas Rutan Salemba dan Pondok Bambu. Mike menjelaskan, lima narapidana tapol Papua telah memenuhi syarat dan melengkapi berkas untuk bebas lewat program asimilasi.
Namun, di hari yang dijanjikan, Selasa (12/5), kelima narapidana atas nama, Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, Charles Kossay, Dano Anes Tabuni, dan Ariana Lokbere itu batal bebas karena disebut terlibat kejahatan makar.
Berdasarkan penuturan Mike dari informasi yang didapatnya, pembatalan itu karena merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Namun demikian, Mike menilai, pembebasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 itu, berlaku diskriminatif terhadap Tahanan Politik Papua. Selain itu, tindakan itu juga bertentangan dengan prinsip kemanusiaan sebagaimana instruksi Dewan HAM PBB dalam menyikapi pandemi Covid-19.
"Tidak hanya Indonesia, negara-negara terdampak Covid-19 sudah lebih dulu mengambil langkah pemberian hak integrasi saat pandemi ini," ujar dia.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis penjara terhadap Surya Anta dan lima aktivis Papua lainnya yang diduga telah melakukan makar.
Keenam aktivis ini menurut majelis hakim terbukti melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Keenam aktivis ini dijatuhi hukum delapan hingga sembilan bulan kurungan penjara.
"Mendakwa Surya Anta, Ambrosius Mulait, dan Charles Kossay diputuskan bersalah dan divonis sembilan bulan penjara," kata Majelis Hakim saat membacakan putusan persidangan yang disiarkan secara langsung, Jumat (24/4) lalu.
Dengan pembatalan bebas itu, dengan demikian Surya Anta cs. baru akan dibebaskan dalam waktu sekitar tiga pekan ke depan. Kurun waktu itu sesuai dengan masa penahanan mereka yang telah dikurangi sejak menjalani masa sidang.
(thr/sfr)
[Gambas:Video CNN]