Yogyakarta, CNN Indonesia --
Seorang pria berpakaian gelap mengayuh becaknya pelan-pelan di jalan Cendana Yogyakarta. Dia terus melaju sepanjang 200 meter ke arah utara hingga berhenti di Jalan Gondosuli atau tepatnya di timur Stasiun Mandala Krida Yogyakarta untuk beristirahat.Ada yang tak biasa dari pria yang bernama Fahrozi ini. Ia mengayuh becak hanya dengan kaki kirinya karena sejak 2014, kaki sebelah kanannya terpaksa diamputasi hingga bawah lutut. Di becaknya, ia menaruh dua tongkat untuk membantunya berjalan saat turun atau menaiki becak.
Ditemui saat menunggu orang menggunakan jasanya Fahrozi menuturkan penyebab satu kakinya diamputasi.
"Waktu itu saya dari Magelang mau ke Yogya, mau naik bus karena jaraknya jauh dari rumah. Saya jalan kaki, sampai dekat makam Pahlawan, kaki saya terperosok di kubangan. Saya sudah tidak ingat apa-apa, tahu-tahu saya tersadar sudah di rumah sakit. Ternyata saya jatuh di kubangan yang ada apinya," cerita Fahrurozi, saat ditemui CNNIndonesia.com, di Mandala Krida Yogyakarta, Jumat (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria asal Kaliangkrik, Magelang, Jawa Tengah ini memilih tetap mengayuh becak di tengah keterbatasan, karena tak ingin merepotkan orang lain. Terlebih, kini dirinya hidup sebatang kara di Yogyakarta."Dari kecil saya tidak ingin merepotkan ataupun merugikan orang lain. Sebisa mungkin bekerja mencari nafkah supaya bisa makan," tuturnya dalam bahasa Jawa.
Fahrurozi mengaku sejak usia 8 tahun meninggalkan kampung halaman untuk bekerja serabutan di Yogyakarta. Hingga pada akhirnya memutuskan menjadi tukang becak sekitar tahun 1990, sebelum kecelakaan menimpanya sekitar tahun 2013 silam.
Sebelum pandemi Covid-19, pria yang sehari-hari mangkal di sekitar kawasan Malioboro ini mengaku mendapatkan upah Rp20 ribu hingga Rp70 ribu per penumpang. Katika Malioboro ramai, ia bisa membawa pulang uang hingga Rp150 ribu sehari. Namun, tak jarang juga seharian ia tak mendapatkan uang sama sekali, karena sepi penumpang.
Saat pandemi seperti sekarang, hampir setiap hari ia tak dapat penumpang. Namun, pria kelahiran Magelang, 13 Maret 1970 ini tetap semangat mengayuh becaknya. Meskipun terkadang terpaksa harus turun dari becak karena tak kuat mengayuh di tanjakan."Pernah juga saya mengantar seorang penumpang tidak dibayar karena dia mengaku tak punya uang. Saya tidak apa-apa," ucapnya.
 Fahrurozi kehilangan satu kakinya karena kecelakaan tahun 2013. (CNNIndonesia/Trie) |
Kendati memiliki keterbatasan fisik, Fahrurozi tetap berprasangka baik dan mensyukuri jalan hidupnya. Bahkan ketika sekarang dia harus tinggal di becak, karena tak mampu lagi membayar sewa kontrakan sejak Agustus 2019 lalu."Sekarang setiap hari tinggal dekat Taman Pintar, kadang tidur di becak. Kalau mandi di Masjid atau dekat pasar Beringharjo, bayar Rp2.000," jelasnya.Ia optimis selalu ada jalan rejeki, meskipun di Yogyakarta tukang becak jumlahnya ribuan. Terkadang Fahrurozi mendapatkan uluran tangan dari para dermawan yang bertemu di jalan. Termasuk di sela-sela wawancara dengan CNNIndonesia.com, seorang pengguna jalan menyerahkan paket sembako untuknya.
Fahrurozi juga pernah mendapatkan bantuan sepeda motor roda tiga dari salah satu stasiun televisi swasta nasional, hanya saja saat ini kendaraan tersebut tak dipakai untuk sementara waktu karena sepinya penumpang. Ia memilih mengayuh sepeda karena selain hemat tanpa bahan bakar juga bisa sekaligus untuk berolahraga.Selain itu, dirinya juga pernah mendapatkan beberapa bantuan dari Pemkot Yogyakarta, dan organisasi lainnya termasuk untuk pengobatan saat dirinya harus menjalani perawatan di rumah sakit sebelum dan pasca amputasi.
(sut/jal)
[Gambas:Video CNN]