Jakarta, CNN Indonesia -- Wali Kota Bogor Bima Arya mengakui ribuan daftar penerima bantuan sosial (
bansos) warga terdampak pandemi virus corona (covid-19) di Kota Bogor, mengalami kesalahan.
"Ada 6.000 yang terbagi empat kategori, yaitu penerima ganda, meninggal, tidak layak dan tidak hadir ketika pengambilan bantuan," kata Bima saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (20/5).
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, kata Bima, akan membekukan 6.000 data penerima dan kemudian mengalokasikan kepada warga terdampak lain yang memenuhi persyaratan penerima bansos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bima mengaku temuan kesalahan data tersebut dapat memberikan landasan untuk memperbaiki kembali basis data dalam pendataan warga kurang mampu.
"Akan ditarik untuk kembali disalurkan di tahap kedua, ke target penerima yang sudah diperbaiki datanya," ujar Bima.
Ia menyebut kesalahan data terjadi karena banyak faktor, dan itu tidak hanya terjadi di Kota Bogor namun hampir di semua wilayah. Salah satunya karena data Program Keluarga Harapan (PKH) tidak selaras dengan data di Kota Bogor.
"Proses yang sangat cepat dan pendataan di wilayah tidak sinkron dengan data PKH," lanjutnya.
Untuk itu, Bima menuturkan kepada seluruh Petugas di lapangan dan warga untuk giat memeriksa data melalui aplikasi Sistem Kolaborasi dan Partisipasi Rakyat (Salur) yang bisa diakses di
salur.kotabogor.go.id.Menurut Bima, warga bisa memeriksa data sebagai penerima bantuan melalui aplikasi Salur. Warga, kata dia, hanya perlu mengecek menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dari aplikasi tersebut warga juga dapat mengetahui perkembangan skema bantuan yang disalurkan, sekaligus mendaftarkan diri sebagai penerima bansos untuk kemudian diverifikasi petugas lapangan dari Pemkot Bogor terkait kelayakannya.
"Sistemnya begitu [warga bisa mendaftar], nanti diverifikasi lagi," ujar Bima.
Sementara itu, dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan non DTKS, tercatat ada 156.192 Kepala Keluarga penerima bantuan di Kota Bogor. Dari jumlah tersebut, 23 ribu di antaranya merupakan non-DTKS. Sementara sisanya dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Barat.
(khr/ugo)
[Gambas:Video CNN]