Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus logo
palu-arit kembali mencuat ke publik usai temuan bendera logo
komunisme itu ditemukan di Makassar. Sebagian kasusnya terkait dengan ketidaksengajaan, kepentingan keilmuan, hoaks demi memicu keresahan, kriminalisasi, hingga upaya menghidupkan politik identitas.
Diketahui, pelarangan paham komunisme dan logonya tercantum dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Kasus terbaru adalah soal penemuan bendera merah-putih berlogo palu-arit di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, pada April. Polisi pun telah memeriksa sejumlah saksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya adalah Wakil Rektor III Kemahasiswaan Arsunan Arsin yang pertama kali memerintahkan penurunan bendera itu. Kepolisian hingga saat ini masih menyelidiki kasus tersebut.
Kasus tersebut bukanlah kejadian pertama penemuan logo atau simbol palu arit di Indonesia. Tercatat, kepolisian pernah mengusut beberapa kasus terkait logo yang erat dikaitkan dengan komunisme tersebut.
Pada 2015, dua mahasiswa Universitas Negeri Jember, Jawa Timur sempat diamankan oleh pihak kepolisian lantaran mengecat gambar palu-arit di pagar tembok kampus.
Menurut polisi, mahasiswa itu mengecat simbol komunis tersebut di tembok pagar Fakultas Kedokteran Gigi di Jalan Mastrip, di pagar tembok PKM Universitas Negeri Jember, dan di 20 titik lainnya.
Dari hasil pemeriksaan, keduanya mengaku tidak memiliki niat untuk menumbuhkan ideologi komunis lewat gambar palu arit tersebut. Mereka pun kemudian dibebaskan dan dikenakan wajib lapor.
Pada 2016, personel gabungan Polri-TNI mengamankan seorang pemilik toko karena menjual kaus bergambar palu-arit. Pemilik toko yang berada di wilayah Blok M, Jakarta Selatan, itu kemudian dibawa ke Polsek Kebayoran Baru untuk dimintai keterangan.
Dari hasil pemeriksaan, polisi tak menemukan indikasi makar terkait penjualan kasus tersebut. Pemilik toko, kata polisi, mengaku tak tahu menahu dan menyebut bahwa kaus tersebut tidak laku selama dijual.
Di tahun yang sama, aparat Polsek Tanah Abang menyita enam buku berlogo palu arit dalam acara pameran di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat. Dari hasil pengecekan, diketahui buku tersebut diterbitkan oleh penerbit asal Malaysia.
Pada 2017, pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait ceramahnya yang menyinggung soal mata uang berlogo palu-arit.
Rizieq kemudian dilaporkan oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri Jaringan Muda Anti Fitnah (JIMAF) karena ceramahnya dianggap dapat menimbulkan perpecahan.
Pihak Bank Indonesia (BI) selaku lembaga yang mengeluarkan mata uang baru tersebut memberikan klarifikasi soal logo yang dianggap palu arit tersebut. Logo BI yang diklaim mirip palu-arit tersebut merupakan pengaman dengan teknik rechtoverso yang salah satunya bertujuan agar tidak mudah dipalsukan.
Di tahun yang sama, aktivis lingkungan Heri Budiawan alias Budi Pego ditangkap karena dituding memasang spanduk dengan gambar menyerupai palu-arit saat mendemo tambang yang merusak lingkungan di Gunung Salak, Banyuwangi, Jatim.
Akibatnya, Budi divonis bersalah telah melakukan kejahatan terhadap negara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Mahkamah Agung (MA) kemudian memperberat hukuman bagi Budi Pego menjadi 4 tahun penjara.
Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), putusan itu banyak kelemahan. Rekaman video yang dihadirkan di pengadilan tak diverifikasi secara prosedural. Budi Pego pun dinilai korban kriminalisasi.
Selanjutnya, di tahun 2019, Polresta Jambi menyita sejumlah mainan anak dari sebuah pusat perbelanjaan karena diduga berlogo palu arit.
Dari informasi yang dihimpun, mainan tersebut merupakan suvenir yang dapat ditukarkan dengan sejumlah kupon. Atas penemuan itu, polisi memanggil penjual dan manajemen mal untuk dimintai keterangan.
Kasus logo palu-arit ini sejalan dengan isu komunisme dan PKI yang terus dihidupkan kalangan tertentu di momen-momen krusial, seperti Pilpres dan masa pandemi Virus Corona. Kini, isu kembali hidup terkait dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito menilai isu komunisme yang terus dihidupkan setiap tahun tak relevan lagi. Sebab, komunisme, terutama PKI, sudah tak lagi berkembang di Indonesia.
"Faktanya tidak mungkin PKI berkembang,
wong sudah ditetapkan sebagai masa lalu. Dan, beberapa negara di dunia komunisme bukan pilihan ideologi mereka lagi," kata dia, saat dihubungi
CNNIndonesia.com, pada Senin (1/10/2019).
[Gambas:Video CNN]Arie mengatakan masyarakat harus lebih mewaspadai elite-elite politik lama yang berupaya memanfaatkan isu identitas seperti kebangkitan komunisme untuk mencapai kepentingan politiknya.
"Jadi itu yang mesti diperhatikan, bukan reproduksi hantu PKI-nya, itu kan reproduksi [kelompok-kelompok bekas] Orba," kata dia.
Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai isu PKI bakal terus 'ditunggangi' kelompok tertentu tiap tahunnya jika pemerintah belum mampu mengungkap kebenaran di balik tragedi 1965.
(dis/arh)
[Gambas:Video CNN]