Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti kebijakan publik dan pegiat demokrasi,
Ravio Patra mengajukan gugatan
praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penangkapannya oleh
Polda Metro Jaya pada medio April 2020.
Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus yang menjadi kuasa hukum dari Ravio mengajukan praperadilan atas sah atau tidaknya penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan aparat kepolisian kala itu. Perkaranya teregister dalam nomor perkara 63/PID/PRA/2020/PN.JKT.SEL tertanggal 3 Juni 2020 dengan termohon Polda Metro Jaya.
"Ravio ditangkap pada malam hari oleh sekelompok orang tak berseragam dan tak menunjukkan surat tugas maupun surat perintah penangkapan atas dugaan pesan provokatif yang diduga berasal dari nomor
handphone-nya," kata Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Simamora saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (3/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak kuasa hukum juga mencatat sejumlah kejanggalan dalam upaya paksa berupa penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya.
Misalnya, kata Nelson, kepolisian tidak melakukan pemanggilan sebagai saksi terlebih dahulu sebelum menangkap Ravio pada malam hari, 22 April 2020.
Dia pun menjelaskan, menurut Peraturan Kepala Bareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana, penyidik harus memenuhi dua alat bukti yang cukup dan memeriksa saksi-saksi sebelum menangkap orang yang bukan tertangkap tangan.
Penetapan tersangka pun, lanjut Nelson, baru dapat dilakukan apabila polisi sudah melakukan gelar perkara, barulah dilakukan penangkapan.
Tim kuasa hukum mengatakan Ravio sempat ditetapkan sebagai tersangka padahal belum ada gelar perkara. Status tersangka itu kemudian berubah menjadi saksi keesokan harinya. Selain itu, mereka pun mengkritisi soal akses bantuan hukum terhadap Ravio.
"Saat Ravio ditangkap, dirinya sempat meminta agar dapat menghubungi kuasa hukum yang ia pilih, namun akses bantuan hukum tidak diberikan oleh anggota kepolisian Polda Metro Jaya, dan langsung melakukan pemeriksaan terhadap Ravio sebagai tersangka," lanjut dia.
Nelson mengungkapkan hingga permohonan praperadilan tersebut didaftarkan, Ravio maupun keluarga tidak menerima surat tembusan perintah penangkapan. Padahal, menurut dia, merujuk Pasal 18 ayat (3) KUHAP dan Putusan MK nomor 3/PUU/XI/2013, penyidik harus menyampaikan surat perintah penangkapan tidak lebih dari tiga hari setelah penangkapan dilakukan.
"Selain penangkapan yang tidak sah terhadap Ravio, pihak kuasa hukum juga mendalilkan telah terjadi penggeledahan yang dilakukan tanpa surat izin penggeledahan dari Pengadilan Negeri setempat serta penyitaan terhadap barang-barang Ravio yang tidak relevan dalam perkara yang dituduhkan," lanjut dia.
Nelson mengatakan pihaknya mengajukan praperadilan agar Pengadilan dapat memutuskan Polda Metro Jaya telah melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang tanpa menghormati prinsip
due process of law dalam penegakan hukum.
Untuk diketahui Ravio ditangkap aparat kepolisian pada Rabu (22/4) malam. Dibawa paksanya Ravio pada malam itu disinyalir terkait pengiriman pesan berantai dari nomor Whatsapp milik Ravio. Sebelumnya, Ravio sendiri sempat mengabarkan koleganya--termasuk lewat akun Twitter--bahwa whatsapp pada ponselnya dicurigai telah diretas sehingga tak bisa ia akses.
Ravio juga telah melaporkan dugaan peretasan whatsapp itu ke Polda Metro Jaya.
Salah satu anggota Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus, Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan Ravio sebelum ditangkap kerap melontarkan kritik kepada pemerintah. Oleh sebab itu, muncul dugaan telah terjadi upaya kriminalisasi terhadap Ravio.
Sebelum ditangkap, kata Damar, Ravio mengadu kepada SAFEnet perihal peretasan akun
Whatsapp miliknya, Selasa (22/4) pukul 14.00 WIB. Ketika Ravio mencoba menghidupkan
WhatsApp, muncul tulisan "
You've registered your number on another phone". Ravio dibebaskan sehari setelah ditangkap.
(mjo/wis)
[Gambas:Video CNN]