Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas Respons Covid-19 mengungkapkan 86 persen kaum
difabel mengaku mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19. Sementara, hanya sebagian kecil yang mendapat bantuan sosial (
bansos) dan subsidi.
Kajian cepat atau survei tersebut melibatkan 1.683 responden yang mewakili seluruh ragam disabilitas dari 216 Kota dan Kabupaten di 32 provinsi di Indonesia, pada 10-24 April.
Dalam kategori pendapatan, asesmen cepat ini tak mengikutsertakan 250 responden yang tidak berada dalam rentang usia produktif, dan 665 responden yang tidak bekerja. Sehingga, jumlah total yang dianalisis dalam dampak ekonomi 768 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaji cepat ini juga menemukan dampak ekonomi yang sangat serius, di mana sekitar 86 persen responden mengalami pengurangan pendapatan mencapai 50-80 persen selama pandemi terjadi," ujar Salah satu inisiator pendiri Jaringan Disabilitas Indonesia, yang terlibat dalam survey tersebut, M. Joni Yulianto, dalam paparannya, Selasa (9/6).
Rinciannya, 45 persen responden mengalami penurunan pendapatan 50 persen hingga 80 persen, 22 persen responden turun 30-50 persen, 18 persen responden turun 10 hingga 30 persen, 14 persen responden mengaku tak mengalami penurunan pendapatan, dan 1 persen mengalami kenaikan pendapatan.
Joni menyebut kelompok yang mengalami penurunan pendapatan 50-80 persen ini didominasi oleh mereka yang bekerja di sektor informal (51 persen), yakni usaha perdagangan, bertani, jasa, buruh lepas. Hanya 20 persen responden yang bekerja di sektor formal yang mengalami penurunan pendapatan dalam cakupan ini.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi |
Sementara itu, responden yang tidak mengalami perubahan pendapatan (14 persen) merupakan responden yang bekerja di sektor formal. Di samping itu, ada responden yang mengalami peningkatan pendapatan (1 persen) yang umumnya adalah penjahit yang mendapatkan peningkatan pesanan APD seperti masker kain, hazmet, dan jubah medis.
Dari data di atas, katanya, kelompok yang mengalami penurunan pendapatan paling besar terjadi pada responden yang berasal dari, "Kelompok disabilitas ganda, pekerja di sektor informal, berusia di atas 60 tahun, dan atau, responden dengan tingkat pendidikan SMA atau lebih rendah."
Joni melanjutkan asesmen cepat ini juga menemukan bahwa 587 orang atau 80 persen responden yang mengalami penurunan pendapatan mengaku kesulitan membeli sembako.
"Selain itu, 323 orang (44 persen) melaporkan kesulitan membayar cicilan, dan 313 orang (43 persen) menyatakan kesulitan membayar tagihan listrik dan air," imbuh dia.
Lebih jauh, kata Joni, 94,36 persen responden tidak memiliki simpanan ataupun orang lain yang bisa diandalkan. Hanya sebesar 2,37 persen responden yang menyatakan dapat bertahan dengan simpanan dan 1,95 persen menyatakan memiliki orang lain yang dapat diandalkan.
Hal ini diperparah dengan kondisi hanya sebagian kecil kaum difabel ini yang mendapatkan bantuan sosial (bansos) ataupun keringanan pembayaran.
 Penyaluran bansos di masa Corona di sejumlah daerah mengalami kendala, seperti jumlah yang kurang dari angka warga yang membutuhkan, tidak tepat sasaran, penumpukan dan keterlambatan. (FOTO/Hafidz Mubarak A/hp) |
Rinciannya, 35,40 persen responden mendapatkan subsidi listrik; 5,16 persen memperoleh subsidi PAM/PDAM; 4,53 persen menerima bantuan langsung tunai(BLT); 11,36 persen yang menerima bantuan pangan non-tunai (BPNT).
Di samping itu, 13,03 persen menerima program keluarga harapan (PKH); dan hanya 1,95 persen penyandang disabilitas yang ikut program ketenagakerjaan padat karya.
"Program jaring pengaman sosial yang ada ternyata belum menjangkau sebagian besar responden yang mayoritas berada pada kondisi rentan secara ekonomi," tutur Joni.
"Artinya, keberadaan JPS (jaring pengaman sosial) yang telah diselenggarakan oleh pemerintah tidak berkontribusi secara signifikan pada kelompok penyandang disabilitas, yang secara ekonomi mempunyai kerentanan berlapis dengan terjadinya pandemi Covid-19," ia menambahkan.
(thr/arh)
[Gambas:Video CNN]