Kendari, CNN Indonesia -- Penggunaan anggaran penanganan
virus corona di
Sulawesi Tenggara sebesar Rp400 miliar menjadi sorotan sejumlah pihak. Anggaran tersebut dinilai patut diawasi karena rawan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, terlebih jika penggunaannya tidak tepat sasaran.
"Publik harus mengawasi penggunaan anggaran ini karena hampir semua SKPD (satuan kerja perangkat daerah) mendapatkan alokasi anggaran hasil
refocusing sebesar Rp400 miliar," kata Direktur Pusat Pemantauan dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sultra Kisran Makati kepada
CNNIndonesia.com, Senin (8/6).
Hal yang sama juga diungkapkan Yusuf Talama dari Transparansi Covid-19 Sultra. Menurut Yusuf, penggunaan anggaran untuk bantuan tunai seharusnya lebih dulu dilakukan ketimbang belanja program.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, kata dia, hal yang paling dibutuhkan saat ini di tengah pandemi adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi warga.
"Tapi, Pemprov Sultra harus membuka data anggaran termasuk data penerima jangan sampai terjadi tumpang tindih dengan bantuan lainnya," kata Yusuf.
Selain tumpang tindih penerima, koalisi masyarakat sipil juga meminta Pemprov Sultra terbuka soal sumber penganggaran bantuan yang diterima ke masyarakat.
Sebab, lanjut dia, selama ini banyak pihak menyumbangkan bantuan ke pemerintah yang sumber pendanaannya jelas bukan dari anggaran
refocusing APBD.
"Banyak bantuan logistik dari pihak ketiga dan donatur yang kami anggap tidak tercatat," imbuhnya.
Berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, sebanyak 29 SKPD mendapatkan alokasi dana
refocusing dengan jumlah yang beragam.
Kepala BPKAD Sultra Isma menyebut anggaran Rp400 miliar dibagi dua, yakni sebanyak Rp241 miliar untuk belanja program di 27 SKPD dan Rp158 miliar masuk pos belanja tidak terduga (BTT) atau bantuan tunai ke warga.
 Petugas medis menunjukkan rapid test atau pemeriksaan cepat Covid-19 di Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (07/4/2020). (ANTARA FOTO/JOJON) |
Ia melanjutkan, Rp241 untuk belanja kegiatan ini dialokasikan ke beberapa kebutuhan. Misalnya honor petugas kesehatan dan gugus tugas sebesar Rp 16,7 miliar dan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp179,4 miliar.
Selain itu, belanja modal sebesar Rp 45,3 miliar untuk digunakan beli barang menjadi aset tetap. Membangun gedung isolasi Covid-19, rehabilitasi kantor BPSDM dan eks SMA Angkasa sebagai tempat isolasi baru.
Untuk belanja program ini, lanjut dia, setiap SKPD diberikan kewenangan untuk mengelola sepanjang untuk kebutuhan kesehatan, sosial dan ekonomi.
"Sekadar pengadaan masker dan
hand sanitizer semua dinas boleh mengadakan," katanya.
Terhadap BTT, sebut Isma, anggarannya telah didrop ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sultra sebagai satuan kerja yang ditunjang mengelola dana tidak terduga.
Setiap SKPD yang memiliki item BTT, dapat mengajukan permintaan dana tunai ke Bappeda disertai dengan rekening SKPD yang dibuka dan data penerima.
"Jadi, anggaran BTT ini tidak melekat di DPA SKPD. Tapi pertanggungjawaban anggarannya tetap di SKPD," jelasnya.
Bantuan logistik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) disertai foto Ali Mazi. (CNN Indonesia/ Fandi) |
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPKAD Sultra, Dinas Pendidikan mendapatkan alokasi belanja program sebesar Rp17,8 miliar. Sedangkan belanja tidak terduga sebesar Rp22,3 miliar.
Dinas Kesehatan mendapatkan alokasi belanja program sebesar Rp56,5 miliar dan BTT sebesar Rp8,5 miliar.
Rumah Sakit Umum Provinsi mendapatkan belanja program Rp26 miliar dan BTT Rp500 juta. Rumah Sakit Jiwa mendapatkan belanja program Rp5,7 miliar tak dapat BTT.
Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang mendapatkan belanja program sebesar Rp15 miliar. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik mendapatkan alokasi Rp4,5 miliar belanja program dan Rp4,5 miliar untuk BTT.
Satuan Polisi Pamong Praja mendapatkan alokasi Rp3 miliar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mendapatkan Rp11,8 miliar untuk belanja program dan Rp5,7 miliar untuk BTT.
Dinas Sosial mendapatkan Rp21,1 miliar untuk belanja program dan Rp21,2 miliar untuk BTT. Dinas Ketahanan Pangan mendapatkan Rp30,5 miliar belanja program dan Rp500 juta untuk BTT.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan mendapatkan Rp15 miliar untuk belanja program namun tak ada bantuan tunai kepada pedagang.
Sementara Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja mendapatkan Rp12 miliar untuk belanja program dan bantuan tunai untuk warga hanya Rp975 juta.
Dinas lainnya yang tak kalah besar anggarannya namun dikhawatirkan ada ketimpangan adalah di Dinas ESDM yang mendapatkan Rp3,4 miliar untuk BTT.
Selain itu, Biro Administrasi dan Perekonomian mendapatkan Rp2,9 miliar untuk belanja program dan Rp2,5 miliar untuk BTT.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) juga mendapatkan alokasi tak sedikit. Sebanyak Rp1,1 miliar untuk belanja program, namun untuk BTT sebesar Rp5,3 miliar.
Sedangkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui Dinas Kesehatan menganggarkan Rp84,7 miliar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut diklaim akan habis pada akhir Juni ini dan perlu penambahan anggaran.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nuraini mengatakan, anggaran Rp84,7 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan fisik serta keuangan. Porsinya, 90 persen digunakan untuk pengadaan alat-alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD), ventilator, serta alat polymerase chain reaction (PCR) berikut reagen untuk menambah kapasitas tes swab di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang.
Sementara keuangan digunakan untuk pembayaran insentif tenaga medis yang melakukan penanganan terhadap pasien Covid-19 serta operasional lainnya.
"Untuk fisik 90 persen telah tercapai, namun untuk keuangan masih dalam proses administrasi pembayaran. Setelah diperhitungkan ini hanya cukup sampai Juni. Makanya nanti kita akan ajukan lagi anggaran tahap kedua kepada pemprov," ujar Lesty, Rabu (10/6).
Selain itu, pihaknya pun mesti menyelesaikan pembayaran sewa gedung yang digunakan menjadi layanan kesehatan di luar rumah sakit, seperti Wisma Atlet Jakabaring yang menjadi PDP Center dan lokasi karantina bagi para pasien orang tanpa gejala (OTG) konfirmasi positif virus corona. Juga Hotel Swarnadwipa yang dijadikan tempat penginapan tenaga medis selama bertugas tidak bisa kembali ke rumah.
(pnd, idz/pmg)
[Gambas:Video CNN]