Respons Kasus Novel, Komisi Kejaksaan Tunggu Putusan Hakim

CNN Indonesia
Jumat, 12 Jun 2020 16:43 WIB
Gedung Kejaksaan Agung RI. CNN Indonesia/Andry Novelino
Komisi Kejaksaan tak bisa mengintervensi proses hukum di internal kejaksaan itu sendiri, termasuk kasus Novel Baswedan. (CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) bakal memberikan rekomendasi final terkait proses penanganan hukum atas dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan usai proses persidangan selesai dan telah diputus oleh majelis hakim.

Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mengatakan pihaknya ikut memantau proses penuntutan terhadap para terdakwa sejak kasus tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan.


"Kami diawal sekali proses penanganan ini sudah menyurati Jaksa Agung agar penanganan perkara ini dilakukan dengan profesional, hati-hati, berdasarkan laporan pengaduan masyarakat yang kami teruskan kepada Jaksa Agung," kata Barita saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (12/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya saja, kata dia, sesuai dengan fungsi dan kewenangan dari institusinya maka pihaknya tidak dapat mengintervensi atau memengaruhi proses hukum yang berjalan di internal kejaksaan itu sendiri. Misalnya, terkait pembuatan dakwaan hingga tuntutan, penyusunan barang bukti, pemanggilan saksi, dan lain sebagainya.

Artinya, kata dia, secara teknis pihaknya turut mengawasi kinerja Kejaksaan dan memberikan rekomendasi-rekomendasi apabila ditemukan pelanggaran dalam institusi penegakan hukum tersebut.

Dalam hal ini, Barita mengacu pada pasal 13 Perpres 18 Tahun 2011 Tentang KKRI yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya KKRI tidak boleh mengganggu tugas kedinasan dan mempengaruhi kemandirian jaksa dalam melakukan penuntutan, sehingga untuk materi maupun teknis penuntutan adalah ranah Kejaksaan.

"Tentunya karena prosesnya masih berjalan, kami masih menunggu pertimbangan putusan hakim," kata dia.

"Jadi artinya rekomendasi finalnya sesudah kami kumpulkan fakta, data, baru nanti kami periksa semua, verifikasi dokumen-dokumen baru kami bisa berikan rekomendasi," tambahnya lagi.


Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) selaku korban menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nzPenyidik KPK Novel Baswedan (tengah) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Menurutnya, Komisi dapat merasakan kekecewaan masyarakat terhadap tuntutan yang diajukan JPU dalam perkara tersebut. Dalam hal ini, dia memberikan catatan bahwa terdapat faktor sosial yang tidak dapat diabaikan.

Misalnya, seperti korban dalam kasus ini merupakan seorang aparat penegak hukum yang bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga seharusnya negara turut memberikan rasa aman bagi para penegak hukum itu sendiri melalui proses penuntutan.

Fakta lain yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa korban, yakni Novel Baswedan mengalami kecacatan pada bola matanya.

"Tentunya perlindungan negara pada aparat penegak hukumnya harus juga selaras dengan perlindungan itu melalui proses penuntutan yang berkeadilan baik bagi korban maupun masyarakat," kata dia.

Kemudian juga, pelaku yang merupakan bagian dari aparat penegakan hukum di kepolisian yang seharusnya memberi contoh dan teladan bagi masyarakat karena mengetahui hukum yang berlaku.

"Oleh sebab itu, seyogianya penuntutan itu memperhatikan benar-benar sisi-sisi keadilan masyarakat," pungkas dia.


Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana satu tahun penjara.

Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

Meski demikian, tuntutan itu mendapat kritik keras dari sejumlah elemen masyarakat. JPU dinilai mengabaikan sejumlah fakta-fakta penting dalam pengadilan sehingga hanya menuntut para terdakwa satu tahun penjara saja.

Menurut JPU, para terdakwa tidak memiliki niat untuk melakukan penganiayaan berat. Selain itu, JPU mengungkapkan sejumlah hal meringankan di balik pengenaan tuntutan selama satu tahun bagi terdakwa. Bahwa, kedua terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya.


Selain itu, kata Jaksa, keduanya kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

"Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan, namun mengenai kepala korban," kata Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6) sore. (mjo/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER