Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri) menegaskan Perjanjian Kerja Sama dengan 13 perusahaan swasta yang bergerak di bidang perbankan, perusahaan pembiayaan, pinjaman online, hingga perusahaan sosial hanya sebatas memberikan akses untuk verifikasi data kependudukan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri , Zudan Arif Fakrulloh membantah pihaknya memberikan data penduduk Indonesia kepada para perusahaan swasta yang menjalin kerja sama tersebut.
"Hak akses verifikasi data yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak memungkinkan untuk dapat melihat secara keseluruhan ataupun satu persatu data penduduk," kata Zudan dalam keterangan resminya, Senin (15/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zudan mengakui kecurigaan beberapa pihak bahwa pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan ini dapat menyebabkan kebocoran data. Namun, kata Zudah, pemberian hak akses verifikasi ini merupakan dukungan negara untuk pertumbuhan ekonomi dan layanan publik.
"Ketentuan tersebut sejatinya lahir sebagai bentuk dukungan nyata fasilitas negara, bukan hanya dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja organ negara. Namun juga perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan layanan publik bagi seluruh elemen bangsa dan negara," ujarnya.
Menurut Zudan, pemberian hak akses verifikasi pemanfaatan data kependudukan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Khusus bagi industri
fintech, kata Zudan, pemanfaatan data kependudukan diperlukan untuk meminimalisir risiko tinggi pinjaman fiktif. Selain itu, langkah ini juga untuk membantu roses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh.
"Dengan kerja sama ini akan dapat mencegah kejahatan, mencegah data masyarakat tidak digunakan orang lain dan mencegah kerugian yang lebih besar dari lembaga fintech karena peminjam menggunakan data orang lain," katanya.
Wajib BerizinLebih lanjut, Zudan menyebut pelbagai persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan untuk bisa mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan. Salah satunya wajib memberikan surat keterangan izin usaha dari otoritas pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha bagi badan hukum Indonesia.
Hal itu lebih teknis diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan.
Bagi perusahaan fintech
peer-to-peer lending, kata Zudan, wajib terlebih dahulu mendapatkan izin untuk beroperasi beserta rekomendasi tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Apabila belum memiliki izin dari OJK maka tidak akan diberikan kerja sama," kata Zudan.
Tak hanya itu, Zudan mengatakan setiap perusahaan yang bekerjasama wajib menjaga kerahasiaan data kependudukan. Menurutnya, dalam perjanjian kerja sama tertuang kewajiban untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data serta tak menyimpan data kependudukan.
"Terhadap pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan dikenakan pidana penjara selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 95A UU No 24 Tahun 2013," kata Zudan.
Sebelumnya, Ditjen Dukcapil Kemendagri memberi hak akses verifikasi kependudukan kepada sejumlah pihak swasta, termasuk perusahaan pinjol pada 11 Juni 2020 lalu
Mereka diantaranya adalah PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman, PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).
Tak hanya itu, akses data juga diberikan ke lembaga jasa keuangan lain, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Mitra Adipratama Sejati (MAS) Finance, PT BPR Tata Karya Indonesia, dan PT Indo Medika Utama. Sisanya, diberikan ke Dompet Dhuafa dan dua lembaga kesehatan.
(rzr/fra)
[Gambas:Video CNN]