Soal Pleidoi, Novel Sebut Tim Hukum Polri Langgar Kode Etik

CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2020 05:11 WIB
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kembali aktif bekerja pada jumat (27/7). Hari ini merupakan pertama kalinya Novel bekerja lagi setelah sekitar 16 bulan menjalani perawatan usai matanya disiram air keras oleh orang tak dikenal tahun lalu.
Novel Baswedan berpendapat anggota Tim Hukum Polri yang mendampingi dua terdakwa penyiraman air keras dapat dikenakan sanksi kode etik berat terkait pleidoi. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, berpendapat bahwa anggota Tim Hukum Polri yang mendampingi dua terdakwa penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dapat dikenakan sanksi kode etik berat.

Novel melontarkan pendapat ini merujuk pada nota pembelaan atau pleidoi Tim Hukum Polri yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6).

Dalam pleidoi itu, Tim Hukum Polri menyebut bahwa penyiraman air keras kepada Novel merupakan hal biasa dan bisa menimpa siapa saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang saya garis bawahi tim kuasa hukum ini anggota Polri, semuanya, kemudian menyatakan tindakan penyiraman air keras itu tindakan yang biasa. Waduh. Ini kan memalukan, ya? Ini melanggar kode etik berat, lho, kalau sampai bikin persepsi begitu," kata Novel saat berbincang dengan CNN Indonesia TV melalui Instagram pada Selasa (16/6).
Novel menilai pembelaan itu tak berdasar pengetahuan dan membabi buta. Ia menegaskan seharusnya kedua matanya rusak karena air keras, bukan akibat penanganan medis buruk, seperti yang disebutkan kuasa hukum para terdakwa.

Salah satu penyidik senior lembaga antirasuah itu menyebut bahwa selama dirawat di Singapura, ia ditangani dokter mata terbaik dunia spesialis kornea yang terpapar bahan kimia, Profesor Donald Tan.

"Apakah tim kuasa hukum ini mau mengolok-olok dokter? Saya kira enggak begitu lah. Karena penanganannya cukup dipuji sebenarnya, walaupun upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan hanya bisa bertahan dua tahun dan kemudian sama sekali tidak melihat," ucap Novel.
Dalam pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Persidangan Jakarta Utara, terdakwa Rahmat Kadir Mahulette yang diwakili oleh kuasa hukumnya memang menyebut penyiraman air keras terhadap Novel adalah hal biasa dan bisa menimpa siapa saja.

"Sebenarnya kejadian yang menimpa saksi korban merupakan kejadian yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa yang sering terjadi dan dapat menimpa siapa saja," ujar salah seorang tim hukum saat membacakan nota pembelaan.

Dalam perkara ini, dua polisi penyiram air keras terhadap Novel, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dituntut satu tahun pidana penjara.

Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel mengkhianati institusi Polri.

[Gambas:Video CNN]

Mereka terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara.

Sementara itu, berdasarkan fakta persidangan, jaksa memandang perbuatan kedua terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana surat dakwaan. Beleid ini mengatur ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.

Jaksa beralasan Pasal 355 gugur sebagaimana dakwaan karena kedua terdakwa tidak sengaja dan tidak ada niat melukai Novel dengan air keras.

"Dalam fakta persidangan yang bersangkutan hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang, yaitu Novel Baswedan, dikarenakan alasannya karena lupa dengan institusi, menjelekkan institusi," ujarnya. (ryn/has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER