Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai memberikan kelonggaran sektor transportasi selama penerapan adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal. Pengemudi ojek online kini bisa mengantarkan penumpang.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jabar Hery Antasari mengatakan kebijakan itu didasari Surat Edaran (SE) Nomor 11/2020 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Transportasi Darat Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Mencegah Penyebaran Covid-19.
"Berkaitan dengan ojol pada masa AKB, berdasarkan Surat Edaran No 11, pada kategori-kategori tertentu yaitu zona hijau dan zona kuning memang sudah diperkenankan untuk mengangkut penumpang selain barang," kata Hery dalam jumpa pers di Gedung Sate, Bandung, Rabu (17/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah mengizinkan ojek online mengangkut penumpang, Hery mengatakan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi operator.
"Ojol dapat beroperasi orang dan barang dengan syarat menggunakan disinfektan secara reguler, dalam artian ketika akan naik turun dan seterusnya. Pengemudi juga secara reguler melakukan rapid test oleh aplikator," ujarnya.
Selain itu, untuk pengemudi ojek berbasis aplikasi harus dilengkapi berbagai protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti menggunakan masker, sarung tangan, hand sanitizer, jaket atau pakaian lengan panjang, menggunakan helm dan pembayaran nontunai.
"Jadi tidak diperkenankan kembali menggunakan pembayaran tunai," ujarnya.
![]() |
Khusus untuk pengemudi ojol di zona kuning, Hery menambahkan, pengemudi harus menyediakan penyekat dan penumpang membawa helm sendiri atau tidak menggunakan helm yang disediakan mitra.
Sementara, untuk wilayah Jabar yang menjadi penyangga DKI Jakarta seperti Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) aktivitas ojol mengangkut penumpang masih belum diperbolehkan.
Menurut Hery, dari sisi kebijakan umum bahwa kebijakan PSBB termasuk sektor transportasi untuk Bodebek harus mengikuti kebijakan yang ada di DKI Jakarta. Hal itu dilakukan agar ada kesamaan langkah dalam kebijakan yang mengatur pergerakan manusia, barang, dan kendaraan.
"Sebelum surat edaran ini keluar, kami menyampaikan bahwa kebijakan di Pemprov Jabar sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur, berbeda dengan DKI. Karena harus mempertimbangkan dan mengoperasionalkannya di kota/kabupaten sehingga peraturan wali kota dan bupati yang jadi aturan teknis. Saat itu Bodebek masih mengaspirasikan kepada kami setelah kami koordinasikan untuk tidak menampung penumpang. Sehingga kata akhirnya ada di masing-masing daerah," papar Hery.
Di DKI Jakarta, Hery mencontohkan pihak aplikator sudah mampu melakukan segregasi untuk membatasi aktivitas angkut penumpang sampai tingkat kelurahan bahkan RW. Berbeda dengan di Jabar yang belum melakukan aturan seperti itu.
"Untuk Bodebek dan Jabar lain hal ini belum dilakukan. Oleh karenanya saat ini masih berlaku surat dari Pemprov Jabar dan Dishub untuk ojol mematikan menu pengangkutan penumpang khususnya di Bodebek sampai ada kesepakatan dengan kondisi di Jabar. Untuk wilayah Jabar lain mengikuti aturan nomor 11," katanya.
(hyg/pmg)