Kampung Akuarium, Jakarta Utara, bukan sekadar tempat tinggal bagi Paroji. Di tempat itu, ia dibesarkan dan memulai pekerjaan sebagai nelayan sejak 2000. Namun pada 2016, ada peristiwa yang tak mungkin tak pernah dilupakannya: penggusuran.
Kampung Akuarium digusur di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tempat ini, adalah satu dari sekian banyak tempat yang digusur oleh Ahok.
Pemprov DKI Jakarta kala itu memang menawarkan kepada warga korban gusuran Kampung Akuarium untuk menempati rusun-rusun yang tersebar di beberapa tempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Katanya mau dipindahin ke daerah Marunda atau Cakung. Nelayan mah enggak mungkin bisa jauh dari laut," kata dia saat bercerita kepada CNNIndonesia.com, Jumat (19/6).
Karena alasan tak mungkin jauh dari laut, ia memilih untuk menolak tawaran dari Pemprov DKI Jakarta. Selain dia, banyak di antara warga yang tetap tinggal di kawasan itu dengan menggunakan perahu, hingga sebagian mereka dijuluki 'manusia perahu'.
Di era kepemimpinan Anies, memang dibangun tempat evakuasi sementara. Ada 90 selter yang dibangun sejak Januari 2018 dengan dinding berbeton tipis dan terbagi dalam tiga blok.
Saat CNNIndonesia.com mendatangi Kampung Akuarium pada Jumat lalu, Paroji tengah beristirahat di perahunya. Senyum tipis terlihat di wajah pria berperawakan kecil ini.
Alasannya, harga jual ikan sudah mulai stabil lagi, setelah sempat jatuh karena pandemi Covid-19 dan penerapan PSBB di Jakarta. "Sekarang (harga ikan) perlahan mulai stabil, sejak adanya transisi pelonggaran, itu ngaruh banget," ucap dia.
Saat PSBB untuk menekan penyebaran virus corona mulai diterapkan di Jakarta, harga jual ikan turun hampir setengah dari harga normal. Masalahnya, pembeli kian sepi membuat harga jual ikan dari nelayan ke pengepul pun ikut turun.
"Misal Rp15 ribu sebelum corona, kemarin waktu corona itu Rp7 ribu. Orang pembelinya enggak ada," ucap dia.
Saat ada kasus positif corona pada Maret lalu, pemerintah sebenarnya telah mengimbau masyarakat untuk berkegiatan di rumah. Mulai dari bekerja, belajar hingga beribadah.
"Kalau saya berkecukupan, ya saya pasti milih tetap di rumah dengan keluarga. Siapa sih orang yang enggak mau berkumpul dengan keluarga," ucap dia.
"Ada rasa was-was juga pasti. Apalagi kalau baca berita, yang positif bisa dikarantina jauh dari keluarga," ucap dia.
![]() |
Lihat juga:137 Pedagang Pasar di DKI Positif Corona |
Dalam upaya menekan penyebaran Covid-19, di Kampung Akuarium sendiri melakukan pengetatan pada orang-orang luar lingkungan yang hendak masuk ke wilayah itu.
Palang dipasang di pintu masuk ke lingkungan. "Mohon maaf jalan ditutup. Karantina wilayah Kampung Akuarium" tertulis di spanduk biru yang berada di pintu masuk.
Selain di Kampung Akuarium, CNNIndonesia.com mencoba mendatangi salah satu permukiman padat penduduk di RW 17, Penjaringan, Jakarta Utara, yang merupakan salah satu zona merah penyebaran Covid-19. Zona ini adalah tempat yang harus dilakukan pengawasan ketat karena berpotensi terjadi penularan corona.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan sedikitnya ada 66 RW yang berkategori zona merah.
Saat berkunjung pada Sabtu (20/6) pagi, di gang masuk wilayah ini juga terpampang tulisan 'Check Point PSBL'. Tak jauh dari tulisan itu, disediakan tempat untuk mencuci tangan beserta sabunnya.
Meski termasuk hari libur, tak banyak aktivitas warga terlihat di permukiman padat penduduk itu. Hanya terlihat lalu lalang orang masuk, beberapa anak yang berlari-larian, dan pemandangan ibu-ibu yang mencuci pakaian di depan rumah.
Bekerja di Tengah Pandemi Corona
Di antara rumah-rumah yang saling berdempetan, terlihat warga bercengkerama satu sama lain. Ada yang memakai masker, namun ada juga yang tidak.
"Kalau keluar masuk juga banyak warga yang kelihatannya memakai masker," ucap Suheb, salah seorang warga.
Suheb sendiri bekerja di salah satu perusahaan logistik yang bekerja di daerah Jakarta. Selama masa pandemi, ia mengatakan tidak dirumahkan dan tetap diminta bekerja.
Sebenarnya, ada kekhawatiran melanda apalagi saat perjalanan menuju tempat bekerja."Makanya saya selalu pakai masker juga, paling was-was kalau naik angkutan umumnya," ucap dia.
Warga lainnya Tarmi (59) pun harus tetap bekerja sebagai penjual minuman di sekitar Jalan Pasar Ikan, Penjaringan.
"Lillahi ta'ala kalau enggak ada corona, waktunya mau meninggal ya pasti meninggal," ucap dia.
Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Enny Rohayati mengatakan warga di sana masih banyak yang keluar rumah walaupun diimbau pemerintah untuk tidak.
Enny yang juga warga RW 17, mencontohkan hal yang terjadi di daerah sekitar rumahnya.
"Masih banyak warga yang kerja keluar masuk kampung, berhubungan dengan orang banyak, apalagi sekarang banyak OTG. Itu yang kita tidak tahu, bisa-bisa pemaparannya dari situ," ujar dia.
OTG atau Orang Tanpa Gejala, memang sering disinggung oleh pemerintah dalam setiap kesempatan konferensi pers. Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto sempat mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus positif virus corona berkategori OTG
DKI Jakarta sendiri, merupakan provinsi dengan angka kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia. Hingga Minggu (21/6), kasus positif virus corona di Jakarta mencapai 9.830 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 5.054 orang dinyatakan telah sembuh, dan 615 orang meninggal dunia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri telah mengeluarkan pelbagai kebijakan di antaranya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga PSBB transisi untuk menekan penyebaran virus.
![]() |
PSBB transisi pun dilakukan dengan pelonggaran aturan PSBB pada beberapa sektor.
"Masa transisi itu akan bisa memasuki fase sehat, aman, produktif jika indikator-indikator kesehatan masyarakat dan epidemiologi menunjukkan bahwa adanya kegiatan ekonomi, sosial, budaya tidak berdampak negatif kepada keselamatan warga," tuturnya pekan lalu.
Namun, jauh sebelum pelonggaran dilakukan, warga kampung nelayan telah lebih dulu berjibaku dengan waktu. Bekerja sekaligus melawan ketakutan atas corona.
(asa/yoa/asa)