Komandan Pusat Misi Pasukan Perdamaian (PMPP) TNI Mayjen TNI Victor Hasudungan Simatupang menuturkan kronologi penembakan terhadap prajurit TNI anggota pasukan perdamaian PBB di Kongo, Serma Rama Wahyudi, oleh pemberontak. Rama akhirnya meninggal dalam tugas misi perdamaian tersebut.
Dalam jumpa pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (26/6), Victor menyebut peristiwa itu terjadi saat Rama Wahyudi melaksanakan tugas pergeseran pasukan dari markas pusat operasi (COB) di Mavivi ke markas sementara (TOB) di Halulu, Senin (22/6) sore.
Mereka dalam misi pengiriman ulang logistik ke TOB bagi prajurit Satgas Kizi TNI Konga XX-Q/Monusco yang melaksanakan pembangunan jembatan Halulu sebagai sarana pendukung bagi masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota TNI yang ikut dalam tugas tersebut berjumlah 12 orang, dengan dukungan 2 orang tentara Malawi. Rama sendiri menjadi komandan tim (dantim). Mereka berangkat dengan menggunakan truk logistik yang dikawal oleh dua kendaraan pengangkut personel lapis baja (APC).
Lihat juga:Prajurit TNI dalam Misi PBB Gugur di Kongo |
"Mereka berangkat sekitar pukul 08.10 waktu setempat. Perjalanan lebih kurang memakan waktu 3 jam, mereka sampai di tempat dalam keadaan aman," katanya, dikutip dari Antara.
Tim sampai ke Halulu pukul 13.00 waktu setempat dan mulai memperbaiki jembatan. Sekitar pukul 15.45, mereka kembali ke Mavivi. Dalam perjalanan, tim disergap oleh milisi dari Uganda yang masuk wilayah Kongo.
"Anggota kita diserang mengakibatkan Serma Rama Wahyudi mengalami luka tembak di dada dan perut," ungkap Victor.
Anggota tim sontak menyelamatkan diri dengan turun dari truk dan berlindung di balik roda truk. Mereka merayap ke belakang kendaraan menuju APC, bersama-sama dengan dua personel tentara Malawi.
![]() |
Beruntung, tentara Malawi bisa menggunakan bahasa lokal sehingga bisa membuka kendaraan tempur APC. Sayangnya, Serma Rama masih tertinggal karena terkena tembakan.
"Kalau mereka menggunakan bahasa Inggris kemungkinan tidak bisa dibuka. Jadi, APC berhasil dibuka, masuk ke dalamnya. Setelah dihitung, ternyata masih ada ketinggalan, yakni Serma Rama," ujar Victor.
"Anggota kita minta tolong kepada team leader-nya Malawi supaya dijemput kembali. Dalam waktu 10 menit Sersan Mayor Rama Wahyudi sudah tidak sadarkan diri," imbuh dia.
Kelompok milisi kemudian merampok seluruh perlengkapan perorangan mulai dari senjatanya, rompi, dan helm, serta alat pengaman.
Victor menyebut kini jenazah Serma Rama masih dalam pemeriksaan protokol Covid-19 yang masih berlangsung pada Kamis (25/6) malam, dan autopsi di Uganda.
"Kalau pemeriksaan COVID-19 hari ini selesai akan diterbangkan ke Uganda untuk dilaksanakan otopsi. Nah ini memakan waktu lebih kurang empat hari," kata dia.
Victor memperkirakan semua proses administrasi ini akan rampung pada 30 Juni, untuk kemudian dimakamkan di kampung halamannya di Pekanbaru, Riau.
"Pada 1 Juli bisa terbangkan menggunakan pesawat komersil dan kemungkinan sampai di Jakarta pada 2 Juli 2020. Kemudian, akan disemayamkan di Kargo yang ada di Bandara Soekarno-Hatta," ujarnya.
Victor juga menyebut Serma Rama akan mendapatkan santunan dari PBB sebesar US$75 ribu setelah investigasi penyerangan ini rampung. Hasil investigasi kemudian akan dinaikan ke tahap board of inquiry untuk kemudian diputuskan pihak yang bersalah dalam insiden tersebut.
"Apabila bukan salah yang bersangkutan (Serma Rama), maka akan mendapatkan [santunan] US$75 ribu seperti yang pernah diterima rekan-rekan kontingen beberapa negara," kata dia.
Sementara itu, Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi mengatakan, negara juga akan memberikan santunan kepada ahli waris seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI.
Dalam Pasal 74 huruf b disebutkan ahli waris akan mendapat 12 bulan gaji dari prajurit yang gugur dan tewas dalam melaksanakan tugas.
"Ada di PP 39 2010 tentang administrasi prajurit, termasuk ada yang baru bisa ditanya ke Kemhan kaitannya ASABRI," kata Sisriadi.
![]() |
PBB Desak Kongo
Terkait insiden itu, Victor mengatakan PBB sudah meminta pemerintah Kongo untuk mengusut tuntas penyerangan tersebut.
"Sampai sekarang PBB sudah mendesak negara Kongo untuk mencari tahu siapa yang melakukan tindakan tersebut," kata Victor.
Proses investigasi ini turut melibatkan Polisi Militer PBB, aparat setempat Kongo, hingga pihak-pihak yang berada di lokasi saat penyerangan terjadi.
"Beberapa hari yang lalu anggota kita sudah dimintai keterangannya apa yang terjadi di lapangan," aku dia.
Lihat juga:TNI dan Pembelajaran dari Sejarah |
Selain itu, Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri juga akan mendorong pemerintah Kongo untuk segera menyelesaikan kasus penyerangan tersebut.
Dikutip dari AFP, serangan tersebut diduga dilakukan oleh Allied Democratic Forces (ADF), kelompok bersenjata yang sebagian besar anggotanya berasal dari Uganda. Menurut data PBB, ADF sudah membunuh lebih dari 500 orang di Kongo sejak akhir Oktober 2019.
(antara/arh)