Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ke Ombudsman RI perihal dugaan maladministrasi hingga membuat buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra masuk Indonesia. Laporan diajukan hari ini, Selasa (7/7).
Selain melaporkan Dirjen Imigrasi, MAKI juga melaporkan Sekretaris NCB Interpol dan Lurah Grogol Selatan ke lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu.
"Kami melapor ke Ombudsman RI atas dugaan pelanggaran maladministrasi, pelanggaran malteknis dan dugaan adanya kesengajaan untuk tidak mematuhi aturan atau dugaan kesengajaan melanggar aturan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Ombudsman RI, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boyamin menjelaskan laporan terhadap Dirjen Imigrasi diajukan karena ada dugaan membiarkan Djoko Tjandra bisa keluar masuk Indonesia dengan bebas hambatan dan tanpa terdeteksi.
"Soal dalihnya jalan tikus saya enggak percaya, masa Djoko Tjandra, biasa pakai jet pribadi. Bahwa kemudian cara masuknya bagaimana, biar ombudsman yang akan melacak, apakah betul-betul sistem imigrasi bisa ditembus," kata dia
Laporan terhadap Sekretaris Interpol NCB, kata dia, dilakukan terkait dengan nama Djoko Tjandra yang tidak masuk dalam red notice.
Diketahui, pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa 'red notice' atas nama Joko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Lalu pada 8 Juni, Djoko Tjandra disebut berada di Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Dia berdalih 2014 tidak ada permintaan dari Kejagung. Kenapa tidak di 2015, 2016, 2017, 2018, tiba tiba di 2020. Nah dugaannya memang jangan-jangan ini seperti membuka pintu Djoko Tjandra bisa masuk," ucap dia.
Laporan terhadap Lurah Grogol Selatan diajukan mencetak KTP-elektronik Djoko Tjandra dengan identitas Warga Negara Indonesia (WNI). Padahal, menurut Boyamin, Djoko Tjandra telah menjadi warga negara Papua Nugini dan memiliki paspor negara tersebut.
"Lurah grogol selatan saya laporkan karena tidak konsultasi kepada atasannya. Justru kita bicara ombudsman itu model-model pelayanan yang begini, bukan sekedar baik tapi profesional, ketika ada masalah dia harus konsultasi atasan," ucap dia.
Djoko Tjandra divonis bebas karena tindakannya dalam kasus Bank Bali bukan perbuatan pidana melainkan perdata. Delapan tahun usai vonis bebas, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung pada 2008 lalu.
MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara. Selain itu, uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum vonis tersebut, Djoko Tjandra melarikan diri. Sejumlah pihak menduga Djoko Tjandra berada di Papua Nugini. Ia lantas ditetapkan sebagai buron.
Kini setelah belasan tahun dalam pelarian, Djoko Tjandra dikabarkan berada di Jakarta. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut Djoko Tjandra datang ke PN Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK pada 8 Juni lalu.