PMK Sebut Corona Tak Berdampak Besar pada Angka Putus Sekolah

CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2020 05:42 WIB
Sejumlah murid TK Islam Akramunnas mengenakan masker di kelas saat kabut asap menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (31/7/2019). Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru mengimbau setiap sekolah untuk mengurangi aktivitas murid di luar ruangan dan mengenakan masker karena anak-anak sangat rentan sakit, akibat kualitas udara Pekanbaru memburuk akibat asap kiriman dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Pelalawan. ANTARA FOTO/FB Anggoro/aww.
Sejumlah murid TK Islam Akramunnas mengenakan masker di kelas saat kabut asap menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (31/7/2019). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah pihak mulai mengkhawatirkan dampak pandemi Covid-19 terhadap angka putus sekolah. Namun Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menilai corona tidak akan berdampak banyak terhadap angka partisipasi pendidikan.

"Kalau angka partisipasi kasar menurut saya tidak terlalu terdampak. [Karena] proses pembelajaran tetap berlangsung," ujar Deputi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK Agus Sartono kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (8/7).

Ia menilai pandemi tidak akan berdampak banyak pada angka partisipasi kasar atau jumlah siswa yang sedang bersekolah karena pemerintah sudah melakukan intervensi agar pembelajaran tetap berjalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya, terkait pengganggaran dan pelonggaran pemakaian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama pandemi dan pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP). KIP diharapkan bisa membantu masyarakat terkendala ekonomi agar tak harus putus sekolah.

Kemendikbud juga memberikan kelonggaran sekolah memakai dana BOS untuk membiayai pembelajaran jarak jauh. Namun begitu, ia mengakui kebutuhan pembelajaran di tengah pandemi sangat besar.

"Memang sumber daya juga terbatas. Tidak mungkin lalu kuota internet disediakan untuk semua siswa. Ingat ada setidaknya 66 juta lebih siswa. Kalau harus diberi pendanaan untuk kuota internet, pasti memerlukan pendanaan yang tidak kecil," ujarnya.

Siswa SD mengerjakan tugas sekolah menggunakan aplikasi daring dari gawai sambil berjemur sinar matahari pagi di rumahnya di Laladon Gede, Desa Laladon, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperpanjang masa belajar di rumah bagi siswa sekolah SD, SMP, SMA dan SMK atau setara di wilayah Jawa Barat selama dua minggu sampai dengan 14 April 2020 dalam rangka pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.Siswa SD mengerjakan tugas sekolah menggunakan aplikasi daring dari gawai sambil berjemur sinar matahari pagi di rumahnya di Laladon Gede, Desa Laladon, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020). (ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH)

Ia mengatakan keterbatasan akses listrik dan internet juga jadi kendala besar dalam jalannya pendidikan di tengah pandemi. Ia menyebut ada 46 ribu satuan pendidikan yang saat ini tidak punya akses listrik dan internet.

Menurutnya hal ini perlu dimitigasi dengan pendataan dan penanganan dari pihak pemerintah daerah terkait. Dia mengatakan pemda harus memastikan akses belajar di wilayahnya terfasilitasi.

Intervensi serupa, lanjutnya, dilakukan terhadap mahasiswa yang terancam putus kuliah. Dalam hal ini, Kemendikbud menginstruksikan perguruan tinggi meringankan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa semester akhir dan mahasiswa yang terdampak.

Agus memahami keadaan pendidikan Indonesia sedang tidak optimal. Namun ia mengatakan pihaknya sudah mencari jalan keluar terbaik, dan kendala serupa pun juga dialami negara lain.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan pihaknya mendapati banyak sekolah dan kampus swasta yang mulai terancam bangkrut di tengah pandemi.

Ia khawatir hal ini bisa berdampak pada angka partisipasi pendidikan. Terlebih karena sebagian besar institusi pendidikan di Indonesia didominasi swasta.

Penurunan angka partisipasi pendidikan ini, kemudian dikhawatirkan dapat berpengaruh pada indeks pembangunan manusia (IPM) atau catatan harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup negara.

Terdapat tiga aspek yang menentukan IPM, yakni kesehatan, pendidikan dan daya beli. Fikri menilai kebijakan pemerintah sejauh ini hanya fokus pada dua aspek penentu IPM dan mengabaikan pendidikan.

"Sejak awal digelontorkan Rp405,1 triliun dana covid. Coba lihat berapa untuk mendukung daya beli dan ekonomi, sementara pendidikan tidak menjadi konsen kebijakan," katanya.

(fey/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER