Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatur harga eceran tertinggi (HET) alat rapid test di tingkat distributor.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng Mohammad Faqih harga alat rapid test yang tinggi membuat Rumah Sakit sulit untuk mengikuti aturan batas tarif rapid test yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp150 ribu.
"Kalau harga distributornya tinggi, kemudian tidak diatur, dan pelayanannya murah, kasihan kawan-kawan di pelayanan," ujar Daeng saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran biaya rapid tes covid-19 diatur dalam surat edaran nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi. Dalam surat tersebut, Kemenkes mengumumkan batas tarif tertinggi yang harus dibayarkan untuk pemeriksaan rapid test antibodi sebesar Rp150 ribu.
Harga alat rapid test yang tinggi membuat Rumah Sakit merugi bila terus memberikan layanan rapid tes sesuai tarif yang ditetapkan pemerintah.
"Katanya di tingkat distributor harganya di atas Rp150 ribu, Ini yang perlu diatur supaya harga distributornya murah, sehingga rumah sakit tidak rugi," jelasnya.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama sejumlah kementerian dan lembaga juga telah berupaya untuk meluncurkan produk rapid test.
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan produk alat tes cepat dalam negeri tersebut mampu bersaing di pasaran serta dengan harga yang pasti lebih murah.
Bahkan, produsen juga perlu bersiap-siap jika nantinya ada produk luar negeri yang semula dijual dengan harga mahal, kemudian melakukan banting harga setelah tahu terdapat pesaing dalam negeri.
Kebutuhan alat rapid test skala besar kini dinilai semakin mendesak akibat lonjakan kasus covid-19. Apalagi harga tes cepat yang melambung tinggi di pasaran. Upaya penyediaan produk dalam negeri merupakan langkah untuk memenuhi fasilitas, peralatan dan pra pelayanan pada masyarakat, baik dalam rangka pencegahan penularan Covid-19 maupun pengobatan serta penyembuhan mereka yang sudah terpapar.
"Jadi diharapkan produk dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri kita tanpa harus tergantung produk dari luar," kata dia.