Tahun Ajaran Baru, Hari Pertama Sekolah yang Tak Istimewa

Feybien | CNN Indonesia
Senin, 13 Jul 2020 18:12 WIB
Sekolah-sekolah sudah ditutup gara-gara pandemi COVID-19. Kini Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi berencana membuka kembali sekolah saat tahun ajaran baru 2020/2021. Pembukaan itu diawali dengan simulasi sistem belajar tatap muka yang akan diterapkan di empat sekolah dalam waktu dekat. (CNN Indonesia/ Safir Makki)
Foto ilustrasi. (CNN Indonesia/ Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kursi dan meja berukuran mungil tertata rapi di dalam ruang kelas. Atribut seperti papan tulis, hiasan warna-warni sampai foto presiden dan wakil presiden RI juga terpampang lengkap di tiap sisi ruangan.

"Ma, adek nanti mau duduk di situ ya ma. Adek enggak mau duduk di belakang," ujar seorang bocah laki-laki kepada ibunya, sambil menunjuk ke salah satu deretan kursi.

Mendengar celoteh anaknya, Febby Emavilia justru tersentuh dan merasa sedih. Ibu rumah tangga yang akrab disapa Ebby itu sedang menemani anaknya mengikuti orientasi hari pertama masuk sekolah dasar (SD).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari ini, Senin (13/7), jadi hari pertama anaknya menjadi siswa kelas 1 SD di Tangerang Selatan, Banten. Seyogyanya, ia mengantarkan sang anak berseragam merah putih ke ruang kelas. Tapi pandemi covid-19 membuat kenyataan jauh berbeda.

Pada hari pertama sekolah, Ebby dan anaknya hanya bisa melihat wujud ruang kelas melalui video yang disiarkan lewat konferensi zoom. Pengalaman bertemu guru dan teman baru juga dilakukan di depan layar kaca.

Ia mengaku miris melihat pengalaman hari pertama sekolah yang jauh berbeda dari angkatan pada umumnya. Terlebih melihat keinginan sang anak untuk kembali beraktivitas di sekolah.

"Sempat disuruh gambar sama gurunya, ditanya lagi pengen ngapain sekarang. Dia gambar lapangan basket di sekolah. Pokoknya memang udah pengen ke sekolah," cerita Ebby kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

Hampir semua anak di kelas itu juga mengatakan hal yang sama ketika bergantian menyapa teman dan guru. Mereka ingin kembali bermain di sekolah dan bertemu teman.

Bagi Ebby, sekolah jarak jauh untuk anaknya yang masih berusia 6 tahun dirasa tidak optimal. Anaknya termasuk gampang bosan jika hanya berkomunikasi di depan layar kaca.

Ia mengaku banyak sesama orang tua khawatir dengan capaian pendidikan anak-anaknya. Khususnya bagi anak-anak yang belum bisa membaca dan berhitung.

"Sedangkan kita di rumah kan nggak ngerti banyak soal mengajar anak. Kita bukan guru, kita hanya mendampingi. Bukannya kita nggak mau ngajarin anak, tapi kita kan kapasitasnya juga beda, backgroundnya beda," ungkapnya.

Ebby sendiri punya dua anak di jenjang SD yang melakukan sekolah daring. Perhatian dan waktu ekstra perlu ia luangkan untuk mendampingi kedua anaknya.

Perkara fasilitas juga jadi faktor penentu dalam belajar daring. Kini kedua anaknya harus berbagi laptop untuk melakukan pembelajaran daring di tengah pandemi.

Hal serupa terjadi pada Novita. Hari pertama sekolah ini ia mendampingi anaknya Pandya belajar jarak jauh.

Hari pertama ajaran baru ini, anaknya, Mahatma bersosialisasi dengan guru dan teman-temannya di sebuah sekolah di Tangerang Selatan melalui aplikasi video jarak jauh.

Novi mengatakan, semula sang anak senang. Namun lama kelamaan Mahatma jenuh.

"Jelas berbeda bertemu langsung dengan guru dan teman-temannya dibanding hanya berjumpa lewat video," kata ibu rumah tangga ini.

Banyak hal-hal yang mestinya jadi sesuatu yang baru yang dirasakan anaknya yang baru masuk SD seperti upacara bendera, bertemu guru dan kawan baru.


Namun dengan belajar dan masa pengenalan jarak jauh ini, banyak hal-hal sakral itu terlewat. Seperti misalnya, Mahatma upacara dengan cara berdiri di depan laptop saat lagu Indonesia Raya diperdengarkan.

Namun Novi mengaku maklum karena memang saat ini Tangsel adalah salah satu zona merah corona. Baginya keselamatan sang anak di masa pendemi ini jauh lebih penting ketimbang pengalaman baru di sekolah yang bisa dirasakannya kemudian hari saat pandemi sudah lewat.

Sedangkan Derryl (15), siswa kelas 1 SMA di Jakarta Selatan, bisa menemukan secercah kebahagiaan di hari pertama orientasi sekolah. Di sekolah barunya, ia hanya kenal dua orang siswa lain yang sebelumnya pernah satu sekolah.

Pengalaman hari pertama sekolahnya jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bukan hanya karena pandemi, namun juga karena sejak SD ia selalu belajar di sekolah internasional dengan jumlah siswa yang sedikit.

Namun di tengah wabah, Derryl harus mengikuti kegiatan belajar di sekolah yang lebih ramah di kantong.

"Dulu di SMP satu angkatan kan paling cuma puluhan orang. Waktu SD bahkan gak sampai 50 orang. Sekarang satu angkatan ada 300 orang," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com.

Ini tentunya berpengaruh dengan kemampuan beradaptasinya dan mencari teman. Terlebih karena protokol kesehatan tidak memungkinkan interaksi secara langsung dilakukan di tengah corona.

Pada hari pertama corona, siswa baru hanya berkenalan lewat grup whatsapp yang dibuat guru. Melalui pesan singkat mereka saling menyebutkan nama dan asal sekolahnya.

Ketika akan melakukan orientasi melalui konferensi Zoom, juga tidak semua siswa bisa ikut karena batas jumlah peserta penuh. Alhasil Derryl harus mengikuti orientasi lewat Youtube.

Namun di tengah keterbatasan tersebut, ia mengaku punya harapan ketika melihat interaksi antar siswa di tengah konferensi Zoom. Orientasi awalnya sempat ricuh karena siswa tidak mematikan perekam suara dan malah bercanda.

Beberapa guru meminta siswa mematikan perekam suara dan tidak mengganggu orientasi. Namun beberapa tak mengindahkan dan malah lanjut bercanda.

"Walaupun bandel, tapi kayaknya seru kalau nanti ketemu langsung. Kalau di sekolah ku dulu, mana ada yang becanda-becanda begitu. Di sekolah ini kayaknya anaknya lucu-lucu," lanjutnya.

Tahun ajaran 2020/2021 dimulai hari ini untuk sebagian besar daerah di Indonesia. Sejumlah daerah di zona hijau sudah menerapkan pembelajaran tatap muka, seperti Sukabumi, Jawa Barat.

Namun setidaknya 94 persen siswa masih melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Metodenya pun berbeda-beda, mulai dari menggunakan internet, televisi, radio sampai kunjungan guru ke rumah siswa.

(sur)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER