Jumlah pasien positif virus corona (Covid-19) di Indonesia hingga Rabu (15/7) mencapai 80.094 orang. Angka ini melonjak drastis sejak kasus pertama positif Covid-19 diumumkan pemerintah pada 2 Maret lalu.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam setiap keterangan persnya, selalu mengatakan bahwa penularan kasus yang masih terus terjadi, disebabkan masih banyak warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan dalam menjalankan aktivitas.
CNNIndonesia.com pun mencoba berbincang dengan sejumlah masyarakat untuk mengetahui pendapat mereka soal pernyataan pemerintah yang kerap mengatakan ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan merupakan penyumbang terbesar kasus positif Covid-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang pekerja taman di wilayah Mampang, Alfan (31), mengatakan tingginya angka kasus corona tidak serta merta merupakan kesalahan masyarakat saja.
Ia menyebut, masih banyaknya masyarakat yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan dan berimbas kepada penularan, juga disebabkan dari sikap pemerintah yang tidak tegas.
“Sebenarnya sekarang kembali lagi ke pemimpin, sekeras apapun kalau memang bagus, pasti kita menurut. Istilahnya tindak tegasnya benar-benar, enggak omdo,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/7).
Ia justru menyinggung sikap pemerintah yang sejak awal menganggap sepele virus ini, hingga virus masuk dan sekarang kasusnya sudah mencapai puluhan ribu.
“Sekarang paling banyak Jawa Timur kan, awal-awal pemimpinnya menyepelekan. Dari awal Anies wanti-wanti juga, disepelein sama Menteri Terawan,” kata dia.
Lebih lanjut, bagi dirinya sendiri, ia tidak terlalu takut tertular virus corona, sebab menurutnya, penyakit itu merupakan penyakit “orang kaya”.
“Makanya kita enggak terlalu khawatir (tertular), namanya kita kan enggak pernah bersentuhan dengan orang kaya,” kata dia.
Hal berbeda dinyatakan Ade Efendi (68). Ia mengamini apa yang sering dikatakan oleh pemerintah. Menurut pedagang rokok keliling ini, selama ini memang masih banyak warga tak patuh terhadap protokol kesehatan.
“Ada benarnya, rakyatnya ini yang enggak bisa diatur, sekarang di pasar ramai, sudah ada anjuran, sudah diatur,“ kata dia.
Meski demikian Ade maklum jika masih banyak warga yang keluar rumah dan tidak mematuhi protokol kesehatan karena tuntutan ekonomi.
![]() |
Menurutnya, bantuan dari pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat kurang mampu tidak mampu memenuhi kebutuhan.
“Dikasih cuma berasnya, untuk lauknya mana, bayar kontrakannya. Mungkin dikiranya semua punya rumah sendiri,” ucap dia.
Ia mengaku selalu mengikuti perkembangan terkait virus corona di Indonesia, karena hal itu, ia tahu dirinya termasuk kelompok usia yang rentan tertular.
“Harapannya corona ini dihabisin. Diusahain yang udah kena diobatin. Harus habis corona ini, biar pemerintah enggak perlu bantu (warga) lagi,” ucap dia.
Pendapat lainnya datang dari Yaya (56) seorang pemulung di wilayah Pancoran. Selama ini ia mengaku antara percaya dan tidak percaya dengan adanya virus corona.
Karena hal itu, saat berkeliling, ia mengaku tidak selalu menggunakan masker.
Saat CNNIndonesia.com berbincang dengannya pada Selasa (14/7) malam, ia mengaku baru mendapat masker dari warga lain yang lewat saat berpapasan dengannya.
“Masker dikasih sama orang yang lewat. Ini dipakai karena takut petugas,” kata dia.
![]() |
Hal yang senada dikatakan oleh Ahmad (38), seorang pedagang cilok. Ia mengaku termasuk orang yang masih kurang percaya dengan adanya virus corona.
Saat ditemui CNNIndonesia.com pada Selasa (14/7) malam, ia pun terlihat tidak menggunakan masker.
“Masker mah ada, bawa, cuma kuping sakit kalau pakai terus. Kalau ada razia, tinggal pakai. Orang-orang aja banyak yang enggak pakai,” kata dia.
![]() |
Ia sendiri tidak tahu dari mana penularan virus ini, karena hal itu, ia tidak terlalu mengikuti protokol kesehatan.
“Kalau bersin, batuk dari dulu udah bikin penyakit. Kenapa sekarang jadi namanya corona,” kata dia.
Terkait dengan protokol kesehatan, Presiden Joko Widodo sebelumnya menyatakan tengah menyiapkan sanksi bagi warga yang melanggarnya, salah satunya tidak menggunakan masker.
Sanksi itu berupa sanksi sosial hingga tindak pidana ringan.
"Kita siapkan regulasi untuk memberikan sanksi, baik dalam bentuk denda atau kerja sosial atau tipiring (tindak pidana ringan). Tapi masih dalam pembahasan," ujar Jokowi dalam pertemuan dengan media, Senin (13/7).
(yoa/sur)