Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan bahwa putusan pencopotan Evi Novida Ginting dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam kasus etik perolehan suara Pemilu 2019 sudah final.
Penegasan itu disampaikan Ketua DKPP Muhammad dalam merespons langkah Komisi II DPR RI yang menunda proses pergantian antarwaktu (PAW) Evi.
"Itu wilayah dan kewenangan Komisi II, bagi DKPP putusan tersebut sudah final," kata Muhammad dalam pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhammad sempat menyindir surat resmi dari KPU ke Komisi II DPR RI yang berisi permohonan penundaan proses PAW Evi. Dia menilai langkah tersebut tidak tepat.
Dia menjelaskan bahwa putusan DKPP dalam kasus tersebut ditujukan kepada Evi sebagai individu penyelenggara. DKPP tidak memutus hukuman kepada KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu.
"Jika ada lembaga yang merespons putusan DKPP dengan menggunakan simbol lembaga, sepertinya kurang atau gagal paham," ujar Muhammad.
Sebelumnya, DKPP memutus Evi melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dalam kasus perolehan suara calon legislatif Partai Gerindra Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6. Putusan dibuat pada Rabu (18/3).
Dalam putusan tersebut, DKPP mencopot Evi dari jabatan sebagai Komisioner KPU sebagai sanksi. DKPP memerintahkan KPU dan pemerintah untuk melakukan pencopotan maksimal tujuh hari setelah putusan dibacakan.
Putusan itu direspons Presiden Joko Widodo dengan meneken surat bernomor B-III/Kemensetneg/D-3/AN.01.01/03/2020. Jokowi memecat Evi secara tidak terhormat pada Kamis (26/3).
Dengan pencopotan Evi, ada satu kursi kosong dalam jajaran komisioner KPU. Menurut undang-undang, DPR harus mengesahkan pemilik suara selanjutnya dalam seleksi Komisioner KPU tahun 2017 sebagai pengganti Evi.
Komisi II DPR awalnya hendal mengesahkan PAW Evi pada masa sidang ini. Namun seluruh fraksi sepakat menundanya usai ada surat dari KPU.
"KPU mengirim surat juga ke DPR untuk minta menunda proses PAW Bu Evi sambil menunggu putusan PTUN," tutur Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/7).
(dhf/bmw)