Polres Kota Payakumbuh, Sumatera Barat (Sumbar), tak menahan JS (27), pemakai kaus berlogo palu arit, karena tidak menemukan unsur pidana. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pun mendesak ada rehabilitasi nama baik karena rentan cap negatif dari masyarakat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Payakumbuh AKP M. Rosidie mengaku pihaknya hanya meminta keterangan JS 1x24 jam di markas setelah menangkap yang bersangkutan.
"Dia sangat kooperatif. Diminta tidur di kantor polisi mau. Disuruh pulang mau. Disuruh melapor ke kantor polisi dua kali seminggu mau. Sekarang dia sudah kembali membuka distro-nya (distribution outlet pakaian) dan tidak wajib lapor lagi," ujar Rosidie kepada CNNIndonesia.com, Jumat (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai kasus JS, Rosidie mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pakar berbagai bidang yang terkait dengan kasus itu dan tidak menemukan unsur tindak pidana.
Meski begitu, polisi masih menyelidiki kasus tersebut. Jika nanti ditemukan unsur tindak pidana, pihaknya akan menahan JS.
"JS tidak punya motif untuk menyebarkan paham komunisme. Dia mengaku memakai kaus itu untuk gaya saja agar berbeda dari yang lain. Dia tahu simbol palu arit itu dilarang, tetapi dia tidak tahu bahwa memakai pakaian seperti itu ditangkap polisi," urai Rosidie.
![]() |
"Kami juga tidak menemukan hal-hal yang berbau komunisme di rumah dan distro JS setelah melakukan penggeledahan dua kali," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, anggota Kodim 0306/50 Kota dan anggota Polres Payakumbuh menjemput JS pada Selasa (30/6) di sebuah toko pakaian di Kelurahan Tanjung Gadang Pinago, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh.
Mereka membawa JS ke markas polres setempat karena JS memakai kaus berlambang palu arit berdasarkan laporan warga. JS mengaku membeli kaos tersebut di sebuah toko dalam jaringan (daring/online) di Kota Bukittinggi.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang, Wendra Rona Putra, mengatakan pihaknya dari awal penangkapan itu sudah menduga bahwa kecil kemungkinan ada unsur pidana dalam kasus itu.
Menurut Wendra, polisi seharusnya tidak hanya melepaskan JS, tetapi juga memulihkan nama baik JS di tengah masyarakat. Ia mengatakan bahwa atas penangkapan itu telah muncul stigma terhadap JS.
"Jika terbukti tidak ada indikasi tindak pidana yang dilakukan JS, polisi harus bertanggung jawab mengumumkan itu kepada publik, misalnya menggelar konferensi pers," urai Wendra.
![]() |
"JS dan keluarganya sudah dirugikan dan mungkin mendapatkan anggapan yang aneh-aneh dari masyarakat. Kalau nama baik mereka tidak dipulihkan, itu akan berbahaya bagi mereka," ucapnya.
Ia menambahkan bahwa JS berhak menuntut ganti rugi atas penangkapan dan penahanan itu karena sudah dirugikan secara psikologis dan sosiologis.
Isu komunisme, PKI, dan palu arit, sejak era Orde Baru rentan mendapat cap buruk dan dianggap musuh oleh masyarakat. Meskipun, pihak yang distigmatisasi belum tentu hendak mengganti Pancasila atau anggota PKI.
(adb/arh)