Bolak-Balik Kasus Kejaksaan, Pelanggaran HAM dan Pidana Umum

CNN Indonesia
Rabu, 22 Jul 2020 19:28 WIB
Selama ini berkas-berkas penyelidikan kasus HAM berat kerap bolak-balik antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
Warga menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat dalam Aksi Kamisan yang digelar saban Kamis di seberang Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengungkapkan dalam pengawasannya terhadap Korps Adhyaksa selama ini, pihaknya mendapati sebenarnya banyak kasus yang seringkali bolak-balik antara Polri sebagai penyidik dan Jaksa sebagai penuntut Umum. Biasanya, proses seperti itu seringkali didengar dengan istilah P19 atau formulir pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi penyidik.

"Nah itu yang jadi lama, ribuan itu kasus P19 yang tidak kembali," kata Barita.

Dalam hal ini pun, Komjak meminta agar kejaksaan dapat lebih berani untuk tidak melanjutkan proses pemberkasan ke tahap P21 atau formil pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap apabila memang terdapat kekurangan dalam prosesnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berani dong, jaksa menolak mem-P21 kan kalau memang tidak terpenuhi unsur-unsurnya. Dia harus berani mengendalikan, memberi supervisi penyidikan polri," lanjut Barita.

Merujuk pada data pencatatan dari Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung, selama periode Juli 2019-Juni 2020 penanganan perkara tindak pidana umum di kejaksaan seluruh Indonesia sudah menerima berkas perkara tahap 1 sebanyak 145.420 berkas.

Sementara, untuk kelanjutan tahap kedua, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti sebanyak 115.140 perkara. Dari jumlah tersebut, pihaknya telah melimpahkan sebanyak 92.871 perkara ke pengadilan negeri.

Kemudian juga, perkara-perkara tindak pidana umum yang telah divonis oleh hakim sebanyak 76.490 dan 66.849 diataranya telah dieksekusi oleh kejaksaan.

Meski demikian, menurut Barita, banyak faktor yang membuat hal tersebut dapat terjadi. Bukan hanya dari segi sumber daya manusianya saja, namun seringkali anggaran untuk upaya penegakan hukum itu tidak memadai.

"Kita juga harus lihat dari perspektif anggarannya. Kadang perkara itu di satu kejaksaan negeri ada 100, tapi anggaran perkara itu yang disediakan anggaran negara misalnya hanya untuk 30 kasus," ungkap Barita.

Terakhir pun, sebenarnya Jaksa Agung sudah meminta tambahan anggaran 2021 sebesar Rp2,5 miliar dengan pagu indikatif 2021 Rp6,9 miliar kepada DPR. Dana itu disebut akan digunakan untuk penanganan kasus pidana umum dan pelanggaran HAM berat.

Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Bambang Sugeng Rukmono mengatakan tambahan anggaran itu digunakan untuk program dukungan manajemen, seperti peningkatan sarana dan prasana aparatur Kejaksaan Agung. Selain itu, untuk kegiatan penanganan dan penyelesaian perkara pidana umum.

"Kemudian untuk penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana khusus, pelanggaran HAM yang berat dan perkara tindak pidana korupsi hingga perkara perdata dan tata usaha negara," kata dia, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, Rabu (24/6).

(mjo/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER