Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dr Windhu Purnomo mengatakan sebaiknya tempat rekreasi hiburan umum (RHU) atau tempat hiburan malam menunda operasionalnya terlebih dahulu.
Sebab, ada potensi tinggi penularan Covid-19 lewat mikro-droplet yang menyebar di udara atau airborne di ruang tertutup.
Hal itu menanggapi Peraturan Wali Kota Surabaya 33 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya yang membatasi operasional tempat hiburan malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peraturan itu kemudian didemo oleh pekerja hiburan malam yang mengaku usahanya makin sulit dengan pembatasan itu.
"Kalau tempat hiburan saya setuju dengan Perwali, sependapat," kata Windhu, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/7).
Windhu mengatakan para pengusaha dan pengelola sebaiknya menahan diri dan lebih mementingkan faktor keselamatan para pekerja dan pengunjungnya.
Menurutnya, tempat hiburan malam berbentuk ruangan tertutup. Di tempat seperti itu, risiko penularan Corona pun cukup besar lewat airborne.
"Dia banyak di tempat tertutup, di ruangan, itu sangat berisiko tinggi, karena WHO sudah menyampaikan, para ahli sudah menemukan bukti bahwa penularan tidak hanya melalui droplet besar, tapi juga micro droplet yang bisa melayang di udara cukup lama, dan itu paling berbahaya di ruang tertutup," urainya.
![]() |
Tidak hanya tempat hiburan malam, Windhu mengatakan mestinya semua aktivitas yang ada di ruang tertutup juga harusnya dibatasi terlebih dahulu, seperti mal dan bioskop.
Di ruang tertutup, durasi orang untuk berada di dalamnya tidak boleh lama, jarak juga harus diatur lebih jauh dari pada di rang terbuka. Sirkulasi udara harus dibuat lebih baik, jendela pintu harus dibuka.
"Seperti gedung bioskop, durasi dua jam itu sudah sangat berisiko. Kalau di ruang hiburan malam itu pertama berkurumun, belum lagi ada asap rokok, yang menambah risiko itu. Durasi harus pendek, paling tidak di ruang tertutup ya maksimum 1 jam, harus keluar, makanya lebih baik ditunda dulu," katanya.
Belum Puncak
Upaya pencegahan Covid-19, lanjut Windhu, perlu tetap dilakukan karena Jatim belum melewati puncak pandemi Covid-19. Hal itu dilihat dari tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) yang mencapai 7,8 persen.
"Sebetulnya masih belum kalau puncak pandemi," kata Windhu.
"Tingkat kematian Jatim masih tinggi, masih 7,8 persen, targetnya 2 persen. Nasional sudah 4,4 persen. Jatim masih di atas nasional dan masih jauh dari 2 persen, ini harus dikejar," imbuh dia.
Selain itu, angka kasus positif atau positivity rate Jatim yang mencapai 17 persen. Sementara, batas ambang ideal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ialah 5 persen.
![]() |
"Positivity rate ini harus dikejar, ini menunjukkan bahwa insidensi (jumlah kasus baru) juga masih tinggi, angka kejadian masih tinggi, dari yang diperiksa yang positif masih lebih dari 15 persen," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah perwakilan pekerja rekreasi hiburan umum (RHU) atau malam, yang mengatasnamakan dirinya Badan Pekerja dan Buruh Pemuda Pancasila, mengadukan nasibnya ke DPRD Kota Surabaya. Mereka mengeluhkan pemberlakuan Peraturan Wali Kota Surabaya 33 tahun 2020.
"Kami pekerja RHU tergabung dalam badan pekerja dan buruh Pemuda Pancasila meminta Perwali 33 tahun 2020 dicabut atau direvisi," ujar Nurdin Longgari Ketua Badan Pekerja dan Buruh Pemuda Pancasila, Selasa (28/7) saat dikonfirmasi.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi D Khusnul Khotimah mengatakan pihaknya menampung segala keluhan dari para pekerja temoat hiburan malam dan musisi tersebut.