Soal Sekolah, Pakar Nilai Zonasi Corona Dinamis dan Meragukan

CNN Indonesia
Senin, 10 Agu 2020 17:44 WIB
Zonasi Covid-19 mestinya tak jadi pertimbangan Satu-satunya pembukaan sekolah karena bisa berubah tiap pekan dan tak didukung data riil.
Ilustrasi belajar tatap muka kala pandemi. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pembagian zona atau zonasi Covid-19 diminta bukan jadi satu-satunya pertimbangan pembukaan sekolah. Selain datanya yang masih meragukan seiring dengan minimnya angka pengetesan, sifatnya juga dinamis seiring penyebaran kasus.

Hal itu dikatakan terkait kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang bakal mengizinkan pembukaan sekolah di zona kuning. Alasannya, banyak kendala yang dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai zonasi sifatnya dinamis dan bisa berubah tiap pekan. Ini bergantung pada penilaian epidemiologi, pelayanan kesehatan, dan pengawasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Zonasi risiko daerah bersifat dinamis setiap pekan bisa saja berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk," kata dia, lewat sambungan telepon, Senin (10/8).

"Maka dari itu, saat pelaksanaan harus diperhatikan secara menyeluruh, tidak hanya zonasi," lanjutnya.

Pihaknya pun meminta perlu ada pertimbangan soal lokasi penyebaran kasus terkini serta wilayah yang jadi pusat kerumunan warga.

"Bukan berarti buka tutup sekolah karena perubahan zonasi, tapi dilihat penyebaran kasusnya, di mana, kerumunan terjadi di mana, bisa saja dekat area sekolah itu, tapi bukan di sekolah," sarannya.

Selain itu, Wiku menyebut pembukaan sekolah di zona kuning perlu memerhatikan kesiapan sekolah, siswa, dan orang tua siswa serta fasilitas kesehatan di daerah itu.

Infografis Daftar 92 Zona Hijau Corona Sekolah Boleh Buka

"Intinya kalau mau buka sekolah dilihat dulu prakondisinya, masyarakatnya siap belum, orang tua murid dan siswa siap tidak, kesiapan faskes, penting itu kondisi kasusnya seperti apa, naik turunnya risiko dari waktu ke waktu? Itu perlu perhatian khusus," jelas dia.

Terpisah, Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif menjelaskan pembagian zona Covid-19 versi pemerintah itu tak bisa dijadikan patokan.

Sebab, kapasitas tes polymerase chain reaction (PCR) yang belum merata dan mencapai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 1.000 pemeriksaan per 1 juta penduduk per 1 pekan, di semua daerah.

"Zona apapun itu dalam situasi pemeriksaan spesimen belum maksimal, sebenarnya zona-zona itu meragukan di mata saya," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (10/8).

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, ada ketimpangan tes Covid-19 antara DKI Jakarta dengan daerah.

Per 9 Agustus, ada 972.594 orang, atau 3.588 per 1 juta penduduk yang dites PCR. DKI sudah mengetes 459.049 dari total 10,6 juta warganya atau 43.123 orang per sejuta penduduk. Persentase tes di DKI pun mencapai 47 persen secara nasional.

Sementara, 33 provinsi lainnya baru 513.545 orang dari total 260,4 juta penduduk, alias 1.972 orang dites per 1 juta penduduk.

"Kapasitas spesimen itu belum menggambarkan situasi yang sesungguhnya. Di wilayah-wilayah lain, pada dasarnya angka kasus yang dilaporkan menjadi dasar zonasi tidak begitu akurat," ungkap Syahrizal.

Infografis Perbedaan Rapid Test dan RT-PCR

Untuk itu, ia menilai harus ada upaya tambahan dari daerah ketika pemerintah pusat mengizinkan pembukaan sekolah di zona kuning. Salah satunya, melakukan pemeriksaan kepada warga sekolah.

Ia menyarankan pemeriksaan dengan metode PCR pooling. Pada teknik ini, spesimen beberapa orang diperiksa dalam satu alat sekaligus.

"Kalau mau PCR, bisa pooling PCR. Jadi lima orang siswa spesimennya diperiksa bersama-sama. Itu ngirit jadinya. Jatuhnya biayanya sama dengan rapid test," ungkapnya.

Terpisah, Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Donny Achmad menilai pembukaan sekolah di zona kuning Covid-19 berpotensi memicu klaster baru.

"Bahaya [sekolah di zona kuning] penularan dan ada klaster baru, memang sebaiknya tidak di buka dulu," kata dia, melalui pesan singkat, Senin (10/8).

Donny mengatakan perlu ada prasyarat khusus bagi sekolah yang akan memberlakukan sistem belajar tatap muka di tengah pandemi. Misalnya, daerah tersebut tidak mendukung untuk school from home karena akses internet yang buruk, atau daerah tersebut mobilitasnya tidak terlalu tinggi seperti di pedesaan.

"Perlu prasyarat khusus untuk membuka sekolah tatap muka diperbolehkan, misalnya di daerah minim akses internet, atau rural area yang mobilitas masyarakatnya rendah, itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat," jelasnya.

Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono mengatakan Kementerian Dalam Negeri harus melakukan pemantauan yang ketat terkait pelaksanaan pembukaan sekolah di zona kuning.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim memberikan keterangan pada wartawan. Jakarta, Rabu,12 Februari 2020.Mendikbud Nadiem Makarim menyebut sekolah di zona kuning yang hendak buka mesti ada persetujuan orang tua untuk belajar tatap muka, mengurangi jumlah siswa dalam kelas dan jam belajarnya, serta penerapan sistem sif. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

"Kemdagri sebagai 'Bapak' dari Bupati/Walikota dan Gubernur harus memantau betul pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah agar benar-benar aman," kata dia, melalui pesan singkat, Senin (10/8).

Merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, pendidikan kata Agus adalah urusan konkuren. Artinya, sekolah di jenjang SD dan SMP merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan SMK/SMA menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.

Agus juga berpesan agar pemda cepat tanggap terhadap perkembangan kasus Corona, terutama di sekolah.

"Jika terdapat penularan maka segera ditutup kembali, dilakukan tracing dan testing untuk memutus rantai penularan," cetusnya.

(fey/mel/tst/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER