Prabowo Subianto kembali terpilih sebagai Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra periode 2020-2025 usai diputuskan dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Hambalang, Jawa Barat, Sabtu (8/8) lalu.
Kembali terpilihnya Prabowo telah diprediksi sejumlah elite Gerindra. Prabowo dinilai memiliki figur yang kuat dan belum ada sosok lain di internal Gerindra yang mampu menandingi.
Sejak Gerindra berdiri pada 2008, Prabowo diketahui telah didapuk menjadi ketua umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jabatan ketua umum sempat diemban Suhardi, mantan guru besar UGM, selama kurang lebih enam tahun. Namun jabatan ketua umum kembali ke tangan Prabowo usai Suhardi meninggal dunia pada 2014.
Kembalinya Prabowo duduk di jabatan ketua umum serta lamanya periode dia menjabat menandakan partai berlambang burung garuda itu justru menunjukkan tersendatnya regenerasi figur mumpuni.
Pengamat Politik Universitas Andalas Ilham Aldelano Azre mengatakan, regenerasi Gerindra di pucuk kepemimpinan mandek karena figur Prabowo yang terlalu kuat.
"Faktor ketokohannya masih sangat kuat dan ini yang membuat regenerasi di puncak itu tersendat," ujar Azre saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (10/8).
Azre menuturkan, Gerindra bukannya tak memiliki regenerasi, namun itu terjadi di tingkat bawah, dalam hal ini pada tataran kepengurusan daerah. Hal tersebut terlihat dari kepemimpinan sejumlah tokoh muda dari Gerindra di sejumlah wilayah.
"Di level daerah mungkin bisa regenerasi, tapi di pusat ini yang agak tersendat. Faktornya ketokohan yang kuat, apalagi Gerindra kan sejak awal didirikan Prabowo," katanya.
Di sisi lain, Azre meyakini terpilihnya Prabowo sebagai ketum juga tak lepas dari peluangnya maju di Pilpres 2024. Sebagaimana diketahui, selain jadi ketum lagi, Prabowo juga diusung kembali oleh Gerindra sebagai capres 2024.
Azre menilai, Prabowo telah mengkalkulasi secara cermat peluang maju Pilpres 2024 dengan menjabat sebagai ketum Gerindra. Salah satu yang jadi perhitungan adalah hasil sejumlah lembaga survei, dimana Prabowo masih berada di posisi atas. Meski tak dipungkiri, peta politik jelang Pilpres 2024 masih sangat bisa berubah.
"Jadi ada faktor kepentingan untuk jangka panjang 2024," tuturnya.
Hal serupa disampaikan pengamat politik Universitas Padjajaran Firman Manan. Menurutnya, belum ada tokoh lain Gerindra yang mampu menandingi sosok Prabowo.
Nama Wakil Ketua Umum Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno memang sempat disebut-sebut sebagai alternatif pengganti Prabowo. Namun Firman menilai, figur Sandiaga belum sekuat Prabowo.
Apalagi Gerindra sejak lama dikenal sebagai partai yang mengandalkan figur sentral, serupa PDIP dengan Megawati Sukarnoputri dan Partai Demokrat dengan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Gerinda ini partai yang mengandalkan tokoh karena sejak awal berdiri ya karena keberadaan figur, sehingga sulit untuk melepaskan," ucapnya.
Hal itu terjadi karena Prabowo dianggap sebagai satu-satunya tokoh di Gerindra yang mampu mengelola hubungan di internal maupun eksternal partai.
Di internal partai, Firman menuturkan, Prabowo dinilai mampu menyatukan faksi-faksi atau kelompok di internal partai.
"Secara natural semua partai memiliki faksi-faksi supaya konflik terkelola. Harus ada figur sentral yang bisa menyatukan, di Gerindra yang bisa menyatukan itu ya Pak Prabowo. Belum ada yang bisa mengambil peran seperti itu," jelasnya.
Sementara di eksternal partai, Prabowo juga dinilai menjadi tokoh yang paling mampu membangun relasi dengan kekuatan politik di luar partai. Karenanya, figur di Gerindra belum ada yang bisa menggantikan Prabowo dalam hal urusan internal maupun eksternal.
"Belum ada yang bisa menggantikan Pak Prabowo. Misal menjalin relasi dengan Pak Jokowi, Ibu Mega, dan Pak SBY," ucap Firman.
Di sisi lain, Firman menilai, jabatan ketum ini menjadi upaya untuk memuluskan langkah Prabowo menuju Pilpres 2024. Dari berbagai survei, Prabowo selalu berada di tiga besar.
Bahkan, menurutnya, tak ada figur lain di Gerindra yang masuk survei serupa. Apalagi saat ini Prabowo memiliki nilai plus karena menempati jabatan publik sebagai menhan.
"Pak Prabowo punya peluang. Di survei-survei saja masih top three. Tidak ada figur lain di Gerindra yang masuk radar survei sekali pun," tuturnya.
Jika Gerindra memaksakan regenerasi kepemimpinan, Firman mengatakan, justru berpotensi menimbulkan konflik. Hal itu berkaca dari konflik yang pernah terjadi di tubuh Partai Demokrat antara SBY dengan Anas Urbaningrum pada 2012.
"Kalau regenerasi dipaksakan bisa jadi problem. Sebagai ketua umum, figur sentral Prabowo masih diperlukan," katanya.
(psp/osc)