Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan bahwa berbagai produk hukum warisan zaman kolonial sudah saatnya diganti dengan produk hukum buatan Indonesia.
Demikian disampaikan Puan saat berpidato di Sidang Tahunan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (14/8).
Menurutnya, produk hukum Indonesia yang dibuat untuk menggantikan produk hukum warisan zaman kolonial harus tetap mempertimbangkan dan menyesuaikan nilai-nilai budaya, sosial, dan sosiologis Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah saatnya produk-produk hukum warisan jaman kolonial dapat digantikan oleh produk hukum Indonesia yang merdeka," kata Puan.
Dia menerangkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Puan menilai jargon Indonesia Maju yang digelorakan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin perlu menjadi tujuan bersama dalam pembangunan hukum untuk memenuhi kebutuhan hukum nasional.
Puan, yang juga menjabat Ketua DPP bidang Politik PDI Perjuangan itu, pun menyampaikan bahwa produk hukum yang dihasilkan harus mampu mendukung tujuan bernegara dan membawa kemajuan Indonesia. Menurutnya, kebutuhan hukum akan selalu mengikuti perkembangan zaman.
"Produk hukum yang dihasilkan tetap harus selalu berlandaskan pada Pancasila sebagai landasan filosofi, UUD 1945 sebagai landasan yuridis, Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] dan Bhineka Tunggal Ika sebagai konsesnsus bersama, dan rasa keadilan dalam masyarakat sebagai landasan sosiologis," ucap Puan.
Diketahui, salah satu regulasi yang kerap disebut sebagai warisan zaman kolonial adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Regulasi ini telah dicoba untuk direvisi sejak beberapa tahun silam.
Bahkan, revisi terhadap KUHP sempat hampir tuntas di akhir masa bakti DPR RI periode 2014-2019. Namun, akhirnya rencana pengesahan revisi itu batal setelah mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat karena mengandung sejumlah pasal kontroversial.
Kini, revisi terhadap KUHP masih masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI 2020. Meski begitu, pembahasan terhadap rancangan regulasi itu diketahui belum dimulai lagi hingga saat ini.
(mts/arh)